Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Tidak tega sebenarnya memberi judul tulisan ini. Akan tetapi fakta dan rasa keprihatinan terpaksa untuk menuliskannya. Ironis, memang, peristiwa di negeri ini. Semakin karut marut saja.
Mendagri “ancam” memecat Kepala Daerah. Gubernur dipanggil Polda urusan kerumunan. Kini Tentara mencopot baliho dengan kawalan tempur.
Soal pencopotan baliho yang melanggar pemasangan diatur oleh Peraturan Daerah dan menjadi kewenangan Satpol PP untuk menertibkannya. Ini aturan, ini keharusan, ini protap ketertiban.
TNI terlalu rendah dan merendahkan diri jika memosisikan sebagai pencabut baliho. Sekadar menurunkan baliho harus dengan kesiapan pasukan tempur? Pangdam Jaya pula yang memerintahkan.
UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 11 mengingatkan postur TNI, yakni:
(1) Postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian dari postur pertahanan negara untuk mengatasi setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata.
(2) Postur TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun dan dipersiapkan sesuai dengan kebijakan pertahanan negara.
Begitu jauhnya postur TNI yang harus naik-naik menurunkan baliho HRS dengan postur yang dimaksud pada Pasal 11 UU No 34 tahun 2004 tersebut. Ancaman militer atau bersenjata apa yang dilawan?
Kasihan lahan pekerjaan Satpol PP harus diambil TNI. Kecuali jika baliho yang diturunkan itu adalah poster Xi Jin Ping dengan tentara merah Cina. Mungkin Satpol PP tidak berani.
Rezim Joko Widodo sudah keterlaluan dan “over acting”. Sebelumnya malah ada “serbuan” unjuk tempur datang ke markas FPI Petamburan yang katanya ternyata pasukan khusus langsung di bawah komando Presiden, Koopsus. Dan Koopsus bersama Panglima TNI melakukan konferensi pers mengancam untuk “berhadapan dengan TNI”.
Ada tulisan di media sosial menyindir aksi TNI seperti itu sebagai “Karnaval Pasukan Cakrabirawa”. Seperti anak kecil main tentara-tentaraan dan sirine-sirinean. Dari medan pertempuran ke medan petamburan. Sungguh memalukan.
Harus ada yang dicopot atas ulah seperti ini karena telah menghancurkan wibawa Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dikenal gagah berani dan hebat.
Negara harus segera dibenahi dengan merekonstruksi kepemimpinan. Tingkatkan fungsi pengawasan. Jangan biarkan Pemerintah berjalan dan berimprovisasi sendiri, apalagi menggunakan aparat bersenjata untuk arah yang tidak jelas. Penertiban baliho adalah tugas Satpol PP.
TNI ku sayang, TNI ku malang, TNI Pamong Praja.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 5 Rabi’ul Akhir 1442 H/21 November 2020 M