JAKARTA (salam-online.com): Surat tantangan perang terbuka Komandan Mujahidin Indonesia Timur kepada Detasemen Khusus Anti Teror (Densus 88) Polri bisa jadi merupakan skenario Densus 88 untuk memunculkan ‘proyek baru’ terorisme.
Penegasan itu disampaikan Direktur Lembaga Kajian Politik & Syariat Islam (LKPSI) Fauzan Al Anshari, seperti dilansir itoday, Senin (15/10/2012).
“Kita tunggu tanggapan Densus 88, apakah mau menjawab tantangan tersebut atau cuma ‘cengengesan’, karena menganggap main-main saja atau ‘permainan mereka’ untuk membuktikan masih ada ‘proyek baru’,” ungkap Fauzan Al Anshari.
Kendati memuji tantangan Komandan Mujahidin Indonesia Timur itu, Fauzan masih mempertanyakan keaslian surat tantangan tertanggal 14 Oktober 2012 itu. “Bagus! Itulah Mujahidin! Jantan dan berani! Tinggal kita buktikan saja, apakah itu benar-benar Mujahidin atau sekadar main-main,” kata Fauzan.
Fauzan berharap, jika sudah jelas siapa ‘kawan’ dan siapa ‘lawan’, tidak akan ada lagi korban tidak berdosa yang berjatuhan terkait terorisme atas nama apapun.
“Jika sudah jelas siapa kawan dan siapa lawan, semoga korban tak berdosa tak berjatuhan atas nama apapun,” tegas Fauzan.
Diberitakan sebelumnya, kelompok yang menamakan diri Mujahidin Indonesia Timur menantang Densus 88 untuk berhadapan secara fisik dalam perang terbuka. Tantangan itu ditulis dalam surat khusus dengan tiga bahasa, Indonesia, Arab dan Inggris.
Surat yang ditandatangani Komandan Mujahidin Indonesia Timur Abu Mus’ab Al-Zarqawi Al-Indunesi, Abu Wardah aka Santoso aka Abu Yahya itu meminta TNI untuk membiarkan perang terbuka itu.
“Biarkan Densus 88 vs Mujahidin bertempur sampai siapa yang kalah dan siapa yang menang, jadilah Anda Penonton yang baik…!!!” tulis Komandan Mujahidin Indonesia Timur.
Dalam surat itu ditegaskan bahwa selama ini Densus 88 hanya pemakan uang rakyat dengan alasan pemberantasan terorisme, padahal Densus 88 sendiri yang membuat teror. Tujuannya, supaya dilihat bahwa terorisme memang eksis. Padahal, itu semua akal licik Densus 88 agar mendapat pangkat dan kedudukan, dengan mengorbankan anak bangsa yang tidak tahu persoalan dan dibodohi oleh Densus 88. (itoday)