SALAM-ONLINE.COM: Kasus pencarian kesalahan terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS) dengan target penahanan dan proses peradilan akan menciptakan gelombang aksi dari FPI, massa 212 dan pendukung HRS lainnya.
Aksi massa akan datang pada setiap sesi proses, mulai Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Berita aksi memenuhi media dalam dan luar negeri. Isu penzaliman mengemuka sejalan dengan militansi tinggi peserta aksi. Keriuhan tercipta.
Gelombang aksi kedua adalah buruh yang belum puas dengan pengundangan Omnibus Law. Agenda aksi pun akan berkelanjutan. Kerugian pada penciptaan stabilitas politik dan perusahaan yang terdampak akibat seringnya aksi. Produksi akan jeblok pada banyak perusahaan. Dampaknya pengusaha bisa gulung tikar atau turut menekan pembatalan Omnibus Law yang dinilai telah membuat sial tersebut.
Gelombang potensial ketiga adalah bangkitnya massa pereaksi RUU HIP dan BPIP terkait sinyal dari DPR yang memaksakan RUU tersebut masuk agenda Prolegnas Prioritas 2021.
Perlawanan atas penyelundupan nilai-nilai kiri pada RUU HIP membangun solidaritas umat Islam yang anti komunis atau mewaspadai bangkitnya PKI. Gelombang perlawanan ideologis bukan masalah kecil. Temanya strategis membela ideologi Pancasila.
“Tiga Ledakan” ini awalnya tentu dapat dikendalikan. Akan tetapi jika spirit perjuangan menguat, maka seperti biasa dalam pergerakan politik di mana pun berujung tak terkendali. Gerakan perubahan politik dan desakan agar Presiden mundur merupakan suatu keniscayaan. Perasaan sama pada rakyat tak akan reda oleh penangkapan atau penekanan. Represivitas hanya sebab dari perubahan yang lebih cepat.
Pemerintahan Joko Widodo sebenarnya rapuh. Ada faktor lain yang menyulitkan keajegan pemerintahan. Kondisi keuangan negara yang semakin ambyar, rakyat yang jenuh dengan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang tidak konsisten dan tak jelas arah, serta konflik global AS-Cina yang “diundang” untuk hadir meramaikan dinamika politik domestik.
Kini Polisi dan TNI cukup mampu terkendali “secara baik”. Namun bukan mustahil perkembangan politik ke depan akan memunculkan pembelahan. Pemihakan pada rakyat terbentuk secara gradual atau mungkin lebih cepat.
Pemerintahan Joko Widodo diharapkan arif menimbang cara menangani perbedaan dalam masyarakat. Jangan arogan dan sekadar mengandalkan kekuatan aparat untuk membungkam. Api kejengkelan rakyat sulit diredam dengan alat paksaan. Ada fase-fase tak peduli dengan rambu-rambu protokol. Situasi akan semakin sulit.
Segera kembali untuk berbenah diri membangun iklim dialogis dan konsensus. Bukankah kandungan sila-sila Pancasila merupakan filosofi, metodologi dan solusi bagi masalah yang dihadapi bangsa dan negara?
Joko Widodo tentu menyadari bahwa dirinya adalah figur yang tidak hebat amat. Karenanya perlu antisipasi atas kekuatan rakyat yang dipastikan sangat dahsyat.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 17 Rabi’ul Akhir 1442 H/2 Desember 2020 M