Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Penjelasan pihak Kepolisian Metro Jaya bahwa tewasnya 6 anggota rombongan Habib Rizieq Syihab (HRS) itu menyerang aparat berbeda dengan penjelasan resmi FPI yang menyatakan mobil pengawal HRS-lah yang diserang dan ditembak, bahkan hiang. Lalu ada konferensi pers Polda Metro yang menyatakan keenam orang tersebut ternyata meninggal.
Mengingat kaburnya peristiwa di atas, wajar harus segera dibentuk Komisi Pencari Fakta Independen, karena ini menyangkut nyawa manusia yang mesti mendapat pertanggungjawaban politik maupun hukum. Bukan semata pertanggungjawaban aparat, tetapi juga Pemerintah. Penjelasan sepihak harus memperoleh pembuktian.
Pengintaian terhadap HRS yang intensif menunjukkan penempatannya sebagai musuh negara. Tentu hal ini sangat tidak proporsional, mengingat persoalan yang dituduhkan hanya masalah kerumunan saat pernikahan putri HRS di Petamburan. Kualifikasinya pelanggaran protokol kesehatan. Haruskah bertindak hingga penembakan yang menghilangkan 6 nyawa manusia?
Bahwa HRS tidak hadir saat pemanggilan Polisi itu memiliki prosedur hukum yang dapat dilaluinya. Dari pemanggilan bertahap hingga panggilan paksa. Tetapi jika sampai pada pengintaian, penyerangan dan penembakan, hal ini adalah di luar prosedur.
Hanya dengan Komisi Fact Finding semua bisa terungkap, benarkah polisi diserang atau polisi yang menyerang. Ini sangat mendesak agar Indonesia sebagai negara hukum tidak bergeser menjadi negara kekuasaan.
Jika situasi ini diambangkan maka akan menjadi bom waktu bagi instabilitas negeri. Kita harus menghindari terjadinya penghancuran atas Indonesia sebagai negara demokrasi.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan