Musim Dingin, Warga Turkmenistan di Suriah Malah Mengungsi karena Serangan Rezim
SALAM-ONLINE.COM: Keluarga Turkmenistan di Suriah terpaksa mengungsi karena serangan rezim Basyar Asad. Namun mereka menghadapi kesulitan dalam menyediakan pakaian musim dingin untuk anak-anak mereka. Termasuk bahan bakar untuk pemanas saat cuaca beku.
Para Keluarga meninggalkan wilayah yang didominasi Turkmenistan Bayirbucak, terletak di utara kota Latakia. Mereka berlindung di sebuah kamp di desa Kherbet Eljoz, sebelah barat Idlib.
Anak-anak menggigil kedinginan saat mereka berjalan dengan sandal atau bahkan tanpa alas kaki.
Sabah Fual meninggalkan rumahnya di tengah rezim rezim Asad dan Rusia. Dia berlindung di kamp Turkmenistan. Fual memberi tahu jurnalis Anadolu Agency tentang kondisi kehidupan yang buruk karena tenda tidak bisa melindungi mereka dari hujan.
“Warga sengsara saat hujan deras. Lumpur di mana-mana,” katanya seperti dilansir Anadolu, Jumat (11/12/20).
Dia menunjukkan bahwa mereka bahkan harus membakar pakaian anak-anak mereka untuk karena mereka kekurangan kayu dan bahan bakar.
‘Kami membutuhkan kayu dan kompor’
Sementara itu, Hussein Abdullah, warga Turkmenistan lainnya yang kehilangan tempat tinggal, menceritakan kesulitannya karena panas di musim panas dan dingin di musim dingin. “Anak-anak sakit,” ujarnya.
Anak-anak mereka juga harus berjalan jauh untuk sampai ke sekolah karena tidak ada sekolah di dekat mereka.
“Kami sedang melalui masa-masa sulit. Kami membutuhkan kayu dan kompor,” kata Abdullah.
Pada Mei 2017, empat zona de-eskalasi (area larangan menyerang) ditetapkan di Idlib dan beberapa wilayah di provinsi tetangga Latakia, Hama dan Aleppo serta bagian utara provinsi Homs, wilayah Ghouta Timur di ibu kota Damaskus, Daraa dan kota Quneitra. Penetapan zona de-eskalasi ini berdasarkan kesepakatan antara Turki, Rusia dan Iran dalam pembicaraan yang diadakan di ibu kota Kazakhstan, Nur-Sultan, yang juga dikenal sebagai ‘Kesepakatan Astana’.
Namun, rezim dan teroris yang didukung Iran melanggar kesepakatan. Mereka merebut tiga dari empat wilayah dengan dukungan udara Rusia. Selanjutnya digelar pembicaraan di Sochi, Rusia, antara Ankara dan Moskow. Perundingan di Sochi pada September 2018 bertujuan untuk mengonsolidasikan perjanjian gencatan senjata yang selalu dilanggar pihak rezim, Rusia dan milisi teroris dukungan Iran.
Tetapi, lagi-lagi pasukan Rusia dan rezim melakukan operasi militer untuk merebut seluruh wilayah pada Mei 2019. Mereka mengambil alih beberapa daerah permukiman besar di dalam zona de-eskalasi Idlib.
Pada 5 Maret lalu, Turki dan Rusia mengadakan pembicaraan di Moskow dan mencapai kesepakatan baru.
Gencatan senjata, memang kerap dilanggar oleh pasukan rezim. Lantaran serangan pasukan rezim dan Rusia, maka sejak 2017, hampir 2 juta warga sipil terpaksa bermigrasi ke wilayah yang dekat dengan perbatasan Turki. (mus)