Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Gila! Sungguh terlalu. Tak punya perasaan atau sebutan sejenisnya yang pantas disematkan pada kader PDIP, anggota DPR yang telah menyelenggarakan acara pernikahan tanggal 14 Maret 2021.
Sebanyak 20.000 undangan diedarkan. Satu undangan berlaku untuk dua orang. Jika hadir semua, maka 40.000 orang undangan berkumpul. Taruhlah 30.000 orang saja yang datang.
Undangan pernikahan putra Ketua Banggar DPR RI HM Said Abdullah yang bernama Lillahi Mas Bergas Darmacil telah memecahkan rekor di masa pandemi Covid-19 ini. Jalan umum ditutup untuk masyarakat. Rakyat resah. Sumenep mencatat sejarah, kader PDIP yang telah menorehkannya.
Polisi dan TNI, dibantu Satpol PP, ikut menjaga perhelatan yang konon berbiaya 20 Miliar itu. Sumenep sendiri masuk dalam Zona Kuning penyebaran Covid-19. Banyak kritik atas resepsi pernikahan besar-besaran ini, baik karena dilaksanakan di saat pandemi Covid-19 maupun kemewahan dan biayanya.
Kader KNPI Jatim mendesak audit BPK atas kekayaan Said Abdullah karena khawatir terjadi penyalahgunaan atas harta negara. Sebelumnya diduga dan disebut-sebut juga yang bersangkutan terkait dengan kasus penyalahgunaan dana pengadaan Al-Qur’an.
Dari sisi kepedulian sosial, kritik padanya wajar muncul, karena masyarakat sedang mengalami kesulitan ekonomi. Tidak etis dan abai terhadap nilai moral jika seseorang ternyata masih mampu untuk bernyanyi dan menari-nari di tengah kegelisahan, penderitaan dan tangisan rakyat di sekitarnya. Apalagi dilakukan oleh seorang Wakil Rakyat.
Tentu sikap konyol ini dapat berdampak pada partai di mana Said Abdullah aktif. Dengan perhelatan 20 ribu undangan ia sebagai kader PDIP turut berkontribusi dalam mengubah citra partai dari partai perjuangan wong cilik menjadi partai borjuasi yang tega memamerkan dan menghambur-hamburkan kekayaan.
Semestinya Pimpinan PDIP menegur gaya hidup mencolok kadernya seperti ini. Mencoreng wajah partai dan menciptakan gambaran buruk tentang iklim di Parlemen. Ketua Banggar DPR-RI subur, makmur yang hanya memikirkan kepentingan diri dan keluarganya.
Kemestian lain adalah bahwa TNI dan Polisi bukan menjaga, tetapi harus membubarkan kerumunan puluhan ribu orang itu. Bukankah Kerumunan pernikahan Putri HRS telah membawa HRS dan menantu serta panitia resepsi ke penjara dengan tuduhan melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan?
Lalu betapa bebasnya kader PDIP untuk melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan pula. Inikah keadilan hukum yang hendak dipertontonkan?
Keadilan yang bukan berada di negeri umat manusia, melainkan negeri pergaulan alam fauna, negeri serigala, buaya dan katak. Katak puru atau kodok buduk.
*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan