SALAM-ONLINE.COM: Permintaan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas agar doa semua agama dibacakan di acara-acara Kementerian Agama (Kemenag), menuai kritik keras dari Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr Anwar Abbas.
“Jadi bingung sendiri yang dilakukan oleh Menteri Agama ini, kalau di daerah yang mayoritas Islam seperti di Aceh, itu cukup dengan (doa) ajaran Islam, tetapi kalau di Bali ya (doa) Hindu, kalau di NTT ya (doa) agama Katolik, kalau di Sulawesi Utara (doa) Protestan ya,” kata Anwar Abbas, Senin (5/4/2021).
Menurut Anwar, Yaqut semestinya melihat pembicara dan mayoritas peserta yang hadir dalam suatu acara Kemenag. Jika pembicara atau peserta yang hadir lebih banyak ke satu agama tertentu, ujarnya, doanya bisa disesuaikan.
“Kita kan negara demokrasi yang menjunjung tinggi toleransi, toleransi itu baru punya makna kalau dia diletakkan di tengah-tengah perbedaan. Kalau saya orang Islam, ya, ucapkanlah salam secara orang Islam,” ujar Anwar sebagaimana dilansir sejumlah media, Selasa (6/4).
“(Jika) Salam juga mau digabung ya itu namanya homogenisasi dan itu tidak mencerminkan pluralitas,” lanjutnya.
Anwar mempertanyakan apa pentingnya membacakan doa agama tertentu tetapi tidak ada penganutnya yang hadir dalam acara tersebut. Anwar juga mempertanyakan pemahaman Yaqut soal toleransi dan kehilangan akal.
“Menteri Agama ini kurang ngerti tentang toleransi. Toleransi itu baru punya arti, baru punya makna (jika berada) di tengah-tengah perbedaan dan kita menghargai perbedaan itu,” ucap Anwar.
“Itu namanya Menteri yang menurut saya kehilangan akal, terlalu diobsesi oleh persatuan dan kesatuan. Persatuan dan kesatuan itu tidak rusak oleh keberbedaan,” tegas Ketua PP Muhammadiyah ini.
Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4/), Anwar menilai implementasi dari kaidah-kaidah toleransi di Indonesia tak seperti yang dianjurkan oleh menteri agama.
“Jadi pelaksanaan dan implementasi kata toleransi itu tidak harus seperti yang dikatakan menteri agama tersebut,” ujarnya.
Menurut Anwar, sudah sepatutnya melihat sesuatu berdasarkan pada tempatnya. Dia mencontohkan bahwa daerah dan tempat yang mayoritas orang Islam tak dipersoalkan berdoa menurut agama Islam.
“Dan yang non-islam silakan menyesuaikan diri untuk juga berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing,” katanya.
Sebaliknya, Anwar menilai daerah-daerah dengan mayoritas agama selain Islam tak masalah bila berdoa dipimpin oleh tokoh dan cara non-Islam.
Ia mencontohkan di Bali yang merupakan wilayah dengan mayoritas umat Hindu di Indonesia dan NTT dengan wilayah mayoritas Katolik. Menurutnya, tak dipersoalkan berdoa dipimpin menggunakan cara Hindu atau Katolik.
“Seperti itulah kita menegakkan dan menghormati demokrasi dan toleransi,” tegasnya.
Anwar menegaskan persatuan dan kesatuan tidak harus diwujudkan dengan menampilkan atau mensinkretiskan (mencampuradukkan) ajaran agama-agama yang ada.
Ia menegaskan persatuan serta kesatuan sebagai bangsa tidak akan terusik dengan perbedaan di antara sesama anak bangsa.
“Untuk itu sebagai warga bangsa kita harus tahu bahwa Pancasila dan UUD 1945 menghendaki kita untuk menjadi orang yang melaksanakan ajaran agamanya dengan baik. Jika dia orang Islam jadilah Muslim yang baik. Kalau dia Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha serta Konghucu jadilah orang-orang yang baik sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing,” terang Anwar.
Sebelumnya, Yaqut mengatakan ingin semua agama yang diakui di Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama. Menag mengingatkan bahwa Kementerian Agama bukan ormas Islam.
“Pagi hari ini saya senang rakernas dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Ini memberikan pencerahan sekaligus penyegaran untuk kita semua. Tapi akan lebih indah lagi jika doanya semua agama diberikan kesempatan untuk memulai doa,” kata Yaqut dalam sambutannya pada rapat kerja nasional (rakernas) Kemenag 2021, Senin (5/4).
“Jadi jangan ini kesannya kita ini sedang rapat ormas Kementerian Agama, ormas Islam Kementerian Agama, tidak. Kita ini sedang melaksanakan rakernas Kementerian Agama yang di dalamnya bukan hanya urusan Islam saja,” ujar Yaqut. []