SALAM-ONLINE.COM: Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan janggal dan aneh dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) bersama Lajnah Muslimah DSKS melakukan audiensi dengan pimpinan DPRD kota Surakarta pada Senin pagi, 10 Mei 2021. Mereka diterima oleh Achmad Sapari dari PAN, Sugeng Riyanto (PKS) dan Taufiqurrahman (Golkar).
Dalam audiensi yang diikuti aksi damai ini, DSKS menyampaikan sikap terkait banyaknya pertanyaan aneh dalam ujian alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi aparat sipil negara (ASN).
Selain pertanyaan kesediaan melepas jilbab bagi pegawai perempuan KPK, juga ada sejumlah pertanyaan lain yang tidak relevan.
“Bagi pegawai wanita memang ada pertanyaan tentang kesediaan melepas jilbab. Kalau jawabnya tidak bersedia, dianggap egois, karena untuk kepentingan negara,” ungkap Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK Giri Suprapdiono seperti dikutip sejumlah media online, Ahad (9/5/2021).
Pertanyaan lain yang diajukan dalam Tes Wawasan Kebangsaan itu, kata Giri, di antaranya adalah soal status pegawai yang bercerai atau belum nikah, soal qunut tidak qunut dalam shalat (subuh), dan lainnya.
“Ini benar-benar pertanyaan aneh yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan wawasan kebangsaan,” ujarnya.
Giri mengaku, dia merupakan salah seorang dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus dalam ujian alih status dari pegawai KPK menjadi ASN. Dengan hasil tidak lulus itu, ia merasa kecintaannya terhadap republik masih dipertanyakan.
“Kami menyelamatkan republik ini dari korupsi, kenapa dipertanyakan lagi,” tegasnya.
Tes Wawasan Kebangsaan menjadi syarat bagi pegawai KPK untuk beralih status dari pegawai independen menjadi ASN. Hasil akhir ada 75 pegawai yang tidak lulus, termasuk penyidik senior KPK Novel Baswedan. Selain itu yang dinyatakan tidak lulus TWK, ada sejumlah kepala satuan tugas, pengurus inti wadah pegawai KPK serta sejumlah pegawai KPK yang dinilai memiliki integritas.
Terkait dengan kejanggalan dan keanehan itu, DSKS merasa terpanggil untuk menyatakan sikap di hadapan pimpinan DPRD kota Surakarta. Acara yang juga dihadiri oleh Koordinator Dewan Riasah Tanfidziyah DSKS Abdul Rochim Ba’asyir, Lc, ini pada intinya menegaskan sikap Dewan Syariah Kota Surakarta tentang Tes Wawasan Kebangsaan KPK yang dinilai aneh dan janggal.
Menanggapi aksi damai dan surat pernyataan sikap yang dibacakan oleh Sekretaris lajnah Muslimah DSKS Ustadzah Retno itu, pimpinan DPRD kota Surakarta menyatakan menerima aksi damai ini dan akan menyampaikan aspirasi tersebut ke pihak terkait. Dikatakan, sikap DPP PKS juga sudah tegas.
Dalam pernyataan sikapnya, DSKS menilai Tes Wawasan Kebangsaan diindikasikan bersifat personal, diskriminatif dan diduga mengandung unsur pelecehan verbal dan pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti pertanyaan-pertanyaan: Bersedia tidak melepas jilbab, kalau tidak, berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa dan negara? Selanjutnya ada pula pertanyaan, kenapa belum menikah? Apakah masih punya hasrat? Bersediakah jadi istri kedua? Kalau pacaran ngapain aja? dan lain-lain.
DSKS juga melihat, ada upaya Pelemahan KPK yang terjadi secara sistematis. Hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas hidup berbangsa dan bernegara serta semakin merajalelanya korupsi di tengah-tengah masyarakat.
“Belum lagi tes TWK ini diduga sebagai upaya untuk mengeluarkan dan penyingkiran pegawai KPK berdasarkan identitas, stigmatisasi dan bukan berdasarkan kompetensi dan kapabilitas yang dimiliki,” demikian prolog pernyataan sikap DSKS yang ditandatangani Ketua Lajnah Muslimah DSKS Ustadzah Sri Mulyani dan Sekretaris Jenderal DSKS Dr. Mulyanto Abdullah Khoir pada 27 Ramadhan 1442 H/9 Mei 2021 M di Surakarta.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka Dewan Syari’ah Kota Surakarta yang didukung oleh Elemen Islam Solo Raya menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, meminta kepada Presiden RI, Bapak Ir. Joko Widodo untuk membatalkan hasil TWK yang dilakukan terhadap 1349 pegawai KPK, karena cacat etika moral tes dan pelanggaran HAM berupa pelanggaran privasi.
Kedua, meminta Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang berperan dalam pelaksanaan wawancara pegawai KPK (sesuai keterangan wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron) untuk transparan menjelaskan kepada publik karena sudah terjadi kegaduhan luas di masyarakat.
Ketiga, mendesak KOMNAS HAM dan KOMNAS Perempuan melakukan penyelidikan atas peristiwa yang diduga mengandung unsur intimidasi serta teror terhadap HAM mengenai isi wawancara tersebut.
Keempat, meminta kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menjalankan TWK sebagai uji nasionalisme berdasarkan konstitusi negara, bukan sebagai screaning dan litsus sebagaimana terjadi di zaman orde baru.
Kelima, meminta kepada Kapolri untuk mengusut adanya dugaan tindak pidana dalam Tes Wawasan Kebangsaan yang dilakukan oleh pelaksana wawancara pegawai KPK.
Keenam, mengajak masyarakat Indonesia untuk terus mengawal dan menguatkan KPK dan kebijakannya dalam memberantas korupsi.
“Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk menjaga marwah dan martabat bangsa Indonesia untuk kembali menguatkan KPK yang independen dalam memberantas korupsi. Semoga Allah ‘azza wa jalla meridhoi langkah kita,” tutup pernyataan sikap tersebut. (S)