Catatan Ustadz Imam Shamsi Ali*
SALAM-ONLINE.COM: Satu hal lagi yang bagi saya cukup mengejutkan dari negeri tercinta. Pembatalan keberangkatan jamaah haji secara totalitàs oleh pemerintah Indonesia. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers Menteri Agama pada 2 Juni 2021.
Pengumuman pembatalan itu menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat luas. Tentu dengan beragam pula penafsiran, asumsi, bahkan berbagai spekulasi berkembang begitu cepat.
Tidak mengagetkan tentunya karena memang kita hidup dalam era keterbukaan informasi yang berkarakter kecepatan (speed).
Sebagian menafsirkan bahwa pembatalan itu karena memang Saudi Arabia tidak menerima warga Indonesia yang memakai vaksin Sinovac. Konon Saudi hingga saat ini hanya menerima pendatang yang telah divaksin Pfizer atau Moderna.
Sebagian yang lain menafsirkan berdasarkan rumor yang berkembang selama ini bahwa dana haji yang tersimpan di bank-bank akan dipakai sementara untuk pembangunan infrastruktur. Karenanya, uang muka (DP) pembayaran ONH, untuk hotel misalnya, memang belum ditunaikan oleh pemerintah Indonesia.
Pertanyaan memang menukik di sekitar siapa sesungguhnya di balik pembatalan ini. Apakah memang Saudi yang tidak menerima jamaah Haji Indonesia karena alasan tertentu, sehingga pemerintah Indonesia harus membatalkan pemberangkatan jamaah?
Atau karena memang Indonesia sendiri yang secara sepihak membatalkan pemberangkatan jamaah di tahun ini?
Belakangan kita mendapatkan informasi yang lebih jelas bahwa pembatalan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintan Indonesia dengan alasan utama menjaga atau melindungi jamaah Indonesia dari bahaya Pandemi Covid-19.
Alasan ini kemudian diperkuat dengan alasan pendukung lainnya. Salah satunya adalah bahwa hingga kini pihak Saudi belum mengajak pemerintah Indonesia untuk menandatangani kontrak pengelolaan haji tahun 2021. Karena itu waktu persiapan untuk memberangkatkan jamaah Haji semakin mendesak (sempit).
Melihat kepada beberapa argumentasi atau alasan yang disampaikan pemerintah Indonesia (Kemenag) sejujurnya saya melihatnya sangat lemah, bahkan, maaf, kalau terasa diada-ada dan dipaksakan.
Pertama, masalah menjaga atau melindungi jamaah selama di Saudi dari Covid-19, itu menjadi tanggung jawab pertama dan terutama pihak Saudi. Kalau memang akan menimbulkan ancaman terhadap kesehatan/keselamatan jamaah, tentunya Saudi belum akan membuka kesempatan berhaji ini untuk siapa saja. Kenyataannya Saudi membuka kesempatan itu walau dengan pembatasan.
Kedua, kalau Indonesia memutuskan pembatalan saat ini karena alasan keselamatan jamaah di Saudi selama haji, kenapa negara-negara lain tidak ada yang melakukan? Bahkan yang saya dengar di saat Covid di Malaysia masih tinggi saat ini justru negeri jiran itu mendapat tambahan 10.000 kuota dari pemerintah Saudi.
Ketiga, kalau alasannya karena pemerintah Indonesia belum diajak membicarakan/menanda tangani kontrak pelaksanan Haji hingga kini, sehingga merasa waktu persiapan semakin mendesak, ini juga bukan alasan yang kuat. Memangnya negara-negara lain semua Sudah diajak bicara oleh Saudi? Dan kalau sudah, kenapa pemerintah Indonesia saja yang belum diajak?
Selain itu kalaupun belum diajak biacara atau menandatangani kontrak pengelolahan haji oleh pihak Saudi, persiapan seharusnya tetap dilakukan. Toh memang itu tugas pemerintah (Kemenag/Dirjen Haji), sehingga tidak harus menunggu hingga ada pembicraan dengan pihak Saudi.
Kalau benar bahwa hanya Indonesia yang belum diajak bicara atau menandatangani kontrak pemberangkatan Haji, ini menguatkan kecurigaan jangan-jangan memang ada kewajiban administrasi yang belum diselesaikan oleh pihak Indonesia.
Selain itu kita juga mendengar adanya alasan syar’i yang disampaikan. Seolah pembatalan ini justified (sah) karena melindungi diri dari marabahaya itu lebih penting dari pelaksanaan ritual (ibadah haji). Dalam hal ini “hifzul hayaah” (menjaga kehidupan) didahulukan dari “hifzud diin” (menjaga pelaksanaan agama).
Argumentasi ini lemah dan dipertanyakan. Karena kalau kekhawatiran itu ada di Saudi, kenapa jamaah dari negara lain tidak masuk dalam kategori alasan syar’i ini? Saya agak terkejut dan kecewa ketika nampak MUI mendukung argumentasi tersebut.
Intinya pembatalan ini sangat “insensible” (tidak sensitif). Tidak sensitif dengan perasaan jamaah, yang berharap akan berangkat tahun ini. Bahkan lebih dari itu terasa kurang sensitif dengan wibawa bangsa yang seolah dikesampingkan dalam perhelatan Umat yang paling global ini.
Saya sebenarnya berharap bukan pembatalan yang dilakukan. Tapi pemerintah menunjukkan bahwa Indonesia itu punya suara, didengar, bahkan punya pemikiran-pemikiran dan kontribusi dalam pelaksanaan ibadah haji yang lebih nyaman dan aman.
Haji adalah ibadah yang menjadi simbolisasi tabiat global keumatan. Memberangkatkan jamaah, walau hanya dalam jumlah terbatas sesuai kapasitas yang diperbolehkan, menjadi simbol ikatan global Umat dan wihdah (persatuan) Islamiyah. Wallahu a’lam!
New York, 3 Juni 2021
*) Penulis adalah Imam Besar Masjid di Kota New York, USA