Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Cukup banyak sinyalemen Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang nasib yang akan menimpa umatnya di akhir zaman.
Salahsatu sinyalemen Rasul yang sangat mengejutkan para sahabat, ketika Beliau menyatakan: “Saya khawatir umatku di suatu masa nanti keberadaan mereka tak ubahnya seperti hidangan makanan yang sudah siap saji, lalu diperebutkan oleh orang-orang yang sangat rakus dan lapar!”
Mendengar itu seseorang bertanya: “Apakah (kondisi umat yang sangat memprihatinkan seperti itu) karena jumlah mereka saat itu hanya sedikit?” (Tentu saja para sahabat semakin terheran-heran ketika beliau menjawab), “Tidak! Bahkan jumlah umat pada waktu itu sangat banyak. Hanya sayangnya, keberadaan mereka saat itu tak ubahnya buih di lautan (jumlahnya banyak, tapi tidak jelas arah tujuannya, tergantung angin atau ombak yang menghempaskannya).”
Sahabat bertanya lagi, “Apa yang menjadi penyebab umat seperti itu?” Rasulullah pun menjawab, “Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh, sebaliknya menetapkan di hati umat penyakit AI-Wahn, yaitu Hubbud-dunia wa karaahiyatul maut—Cinta dunia dan takut (benci) akan kematian.”
Sinyalemen Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersebut kini sudah terbukti. Bahkan sudah lama kita rasakan, baik di tingkat dunia terutama di Timur Tengah, juga di Republik ini yang konon penduduknya mayoritas Muslim.
Kita tentu sangat mafhum dan haqqul yaqiin memang akan sulit sekali—kalau tidak bisa dikatakan mustahil—umat ini disatukan jika yang menjadi hadaf asasi (tujuan utama) hidup masing-masing sudah berbeda.
Kenikmatan duniawi dalam bentuk harta, tahta dan apapun yang berbau duniawi sangatlah tidak layak menjadi tujuan. Ia seharusnya diposisikan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan (QS AI-Qoshosh: 77).
Ada dua asas utama yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyatukan umat Islam (QS Ali Imraan: 103).
Pertama: I’tishom billah, adanya titik tujuan yang sama dalam berjuang yaitu semata-mata mencari ridha Allah (QS AIFatihah: 5, AI-An’aam: 162).
Kedua: sama-sama berpegang kepada Hablullaah (tali Allah)—AI-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan menjadikan ridha Allah sebagai tujuan, lalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka pasti perbedaan warna kulit, suku, golongan, partai, ormas dan pemahaman mazhab tidak akan menghalangi sedikit pun untuk terwujudnya persatuan.
Karenanya, Umat Islam, Luruskan niat! Dan Bersatulah!
Rabbuna ma’anaa jamii‘an insyaa Allah.
*) Penulis adalah Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/Ketum ANNAS Pusat