Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Bahwa vaksin itu penting mungkin tak mesti diperdebatkan meskipun masih ada sedikit pro kontra atas kualitas vaksin, usia untuk divaksin, maupun efek vaksin. Kecurigaan konspirasi tetap muncul meski tidak dominan. Vaksin sudah menjadi fenomena dunia dengan berbagai merk yang saling bersaing.
Masalahnya adalah vaksin bagi warga negara itu hak atau kewajiban? Para pakar hukum lebih melihat pada dasar hukum yang ada sehingga meyakini dan menyatakan bahwa warga untuk divaksin itu adalah hak. Artinya seseorang boleh berkeberatan atau menolak untuk divaksin. UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak mengadopsi sanksi atas penolakan vaksin apalagi berkategori pidana.
Pemerintah menganggap vaksin itu wajib dengan alasan untuk keamanan semua. Meskipun belum berani memberi sanksi pidana tetapi Perpres No 14 tahun 2021 telah mengatur sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan masyarakat atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian pelayanan administrasi pemerintahan dan/atau denda.
Sanksi penundaan atau penghentian pelayanan administrasi pemerintahan adalah memberatkan dan melanggar hak-hak warga, bahkan bisa disebut penganiayaan atau pembunuhan hak administrasi rakyat. Vaksin menjadi alat pemaksaan kebijakan.
Menteri Luhut Binsar Panjaitan dalam acara pemantauan vaksinasi di Setda Sleman menyatakan bahwa Pemerintah sedang mempersiapkan kartu vaksin Covid-19. Kartu vaksin ini menjadi syarat untuk masuk ke tempat umum seperti tempat kunjungan wisata atau pusat perbelanjaan. Masuk restoran pun, kata Luhut, harus membawa kartu vaksin.
Tempat-tempat yang nantinya dibolehkan untuk dikunjungi atau dimasuki dengan syarat membawa kartu vaksin akan semakin banyak dan meluas. Harus ada ketentuan yang jelas untuk pengaturannya. Jika bersanksi hukum berat maka harus dituangkan dalam aturan setingkat Undang-Undang. Jangan sampai seperti PPKM, baik darurat maupun level-levelan, yang pengaturannya hanya dalam bentuk Instruksi Mendagri.
Pengaturan Pemerintah dalam menangani pandemi ini terlihat acak-acakan. PPKM saja nomenklaturnya tidak dikenal dalam Undang-Undang. PPKM diumumkan oleh Presiden, namun bingkai aturannya berupa Instruksi Mendagri. Sementara soal vaksin dan vaksinasi ternyata diatur dalam Peraturan Presiden. Jadi kacau.
Persyaratan kartu vaksin ada tanda-tanda akan diatur seenaknya. Dan jika ini dilakukan maka dampak publiknya sangat besar. Masyarakat mungkin akan banyak keberatan dan menolak pemberlakuan kartu vaksin yang bersifat pemaksaan. WHO meminta agar vaksinasi tidak dipaksakan. Jika dipaksakan akan menjadi boomerang.
Luhut menegaskan masuk mall dan restoran harus dengan kartu vaksin. Perluasannya bisa-bisa seluruh fasilitas umum harus dengan menunjukkan kartu vaksin seperti ke pasar, toko-toko, kampus, sekolah, masjid hingga warteg dan WC umum.
Terbayang dalam perjalanan atau sedang berjalan-jalan sudah kebelet, tapi tidak memiliki atau lupa membawa kartu vaksin, lalu tidak bisa masuk ke WC umum. Terbayang betapa sulitnya pengawasan atas konsistensi pelaksanaan aturan ini. Dipastikan juga akan menambah biaya pekerjaan.
Jadi pemberlakuan suatu kebijakan umum yang mengikat luas harus dengan persetujuan rakyat. Bukan semata atas kemauan dan cara yang ditentukan oleh Pemerintah sendiri dengan aturan atau tafsir aturan yang semau-maunya. NKRI ini bukan milikmu!
*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan