Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Sejak memasuki abad 20 para ilmuwan di Barat sudah dibuat gelisah dan mempertanyakan kembali motto dan slogan “Science is the most powerful”, karena terbukti, implikasi saintisme telah menimbulkan banyak masalah yang cenderung menjadi bumerang bagi peradaban manusia.
Kegelisahan mereka cukup tergambar dengan jelas dalam buku Alexis carrel “Man the unknown”—di mana manusia pada abad modern sekarang ini malah disibukkan mencari jati dirinya dan terus berupaya memanusiakan kembali manusia.
Kemungkinan terpuruknya eksistensi manusia ke tingkat yang sangat rendah—yang telah diingatkan Islam 15 abad yang lalu (QS At-Tiin: 5) seharusnya sudah cukup untuk menyadarkan kaum liberal dan kelompok sekuler. Artinya, sukses yang dicapai sains dan teknologi, jika tidak didasari dan disertai sukses dalam nilai-nilai ruhaniyah, lambat tapi pasti akan menjerumuskan manusia ke dalam keyakinan yang sesat dan menyesatkan, bahwa masa depan kehidupan manusia, sepenuhnya terletak pada kemajuan yang dicapai sains dan teknologi: “Pilihlah ilmu jika ingin maju, atau berpeganglah terus kepada agama jika ingin mundur”.
Bangsa Indonesia seharusnya tidak terjebak dalam kesesatan seperti ini. Sebab, di negeri yang menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila, seharusnya norma-norma agama di samping berfungsi sebagai sumber nilai juga sekaligus pemonitor terhadap setiap perubahan yang dihasilkan pembangunan. Agar jangan sampai aspek positif dari pembangunan melesat maju, sementara aspek normatif tertinggal jauh di belakang. Aspek normatif dijadikan nilai pinggiran, sementara kaidah ekonomi liberal atau politik pragmatis dijadikan nilai inti.
Islam mengajarkan agar kita tidak hanya berusaha menanam pohon duniawi yang buahnya bisa kita petik untuk memenuhi kantong perut dan hajat lahiriyah lainnya. Tapi juga—bahkan yang terpenting—berupaya menanam pohon iman dan takwa, guna memenuhi laparnya ruhani (QS Al-Qashash:77, Ibrahim: 24-25) agar benar-benar berfungsi sebagai khalifah “wakil” Allah (QS Al-Baqarah: 30) di muka bumi. Utuh ruhani dan jasmani, sehingga mampu tampil sebagai manusia yang bermoral mulia, berdaya guna dan berhasil guna bagi Agama, bangsa dan negara.
Selamat Tahun Baru 1443 H.
Semoga kita akan menyaksikan dan menikmati Indonesia yang lebih baik Iagi dimasa-masa mendatang.
*) Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) dan Ketum ANNAS Pusat