Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Alotnya perumusan Pancasila sejak 29 Mei 1945 akhirnya berhasil dituntaskan pada 18 Agustus 1945 ini.
Fase terberat adalah mengubah rumusan Pancasila yang ditetapkan Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 menjadi rumusan Pancasila sebagaimana saat ini. Fokus perdebatan pada sila pertama.
Dengan sebutan populer pencoretan tujuh kata “Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” maka selesailah rumusan Pancasila. Tak bisa dipungkiri kesepakatan ini adalah pemberian umat Islam.
Menteri Agama dahulu (era Soeharto) Alamsyah Ratu Perwiranegara menyebut Pancasila sebagai hadiah umat Islam.
Adalah kubu Islam baik di BPUPKI maupun PPKI berjuang keras untuk menjadikan Islam sebagai ideologi negara (BPUPKI) yang akhirnya memberi atau menghadiahkan rumusan akhir berupa Pancasila Piagam Jakarta (22 Juni 1945).
Kesepakatan ini diotak-atik kembali bahkan dengan “teror” Indonesia Timur segala. Akhirnya kubu perjuangan umat Islam pada sidang PPKI menyetujui rumusan Pancasila minus tujuh kata pada sila pertama tersebut. Inilah pemberian penting untuk kedua kalinya.
Sayangnya pemberian umat Islam ini kemudian dikhianati dengan sekurangnya dua peristiwa besar.
Pertama, eskalasi kekuatan PKI yang masuk ke ruang istana, sehingga Presiden memanjakan PKI dan melumpuhkan kekuatan Islam melalui Nasakom, pembubaran Masyumi, hingga penangkapan tokoh Islam seperti Buya Hamka dan lainnya. Kudeta gagal 1965 adalah puncak pengkhianatan terhadap ideologi Pancasila.
Kedua, di masa rezim Joko Widodo saat agenda RUU Haluan Ideologi Pancasila di DPR RI. Sebagaimana DN Aidit yang berlindung pada Pancasila, maka RUU HIP pun seolah melakukan pembelaan pada Pancasila. Faktanya justru merongrong Pancasila. Pancasila rumusan 1 Juni 1945 disosialisasikan dan diperjuangkan untuk menjadi jiwa dan makna Pancasila. Untunglah kekuatan umat Islam telah berhasil melawan pengkhianatan ini.
Rezim Joko Widodo tidak bersahabat dengan umat. Tokoh-tokoh perjuangan umat Islam pun ditangkap dan diadili dengan berbagai alasan dan kasus.
Penampilan kenegaraan yang berkostum adat seolah mengangkat adat, tetapi dinilai sebagai kamuflase untuk menutupi kedekatan dengan asing dan menyingkirkan kekuatan Islam.
Teori Snouck Hurgronye nampaknya dijalankan, yakni membunuh nasionalisme menumbuhkan etnosentrisme. Memperalat Adat.
Gejala politik yang terjadi jelas tidak sehat. Peran umat Islam dalam memerdekakan negara ini sangat besar. Demikian juga dengan memberi kontribusi bagi perumusan dasar negara dan mengisinya. Siapapun yang memimpin negara ini harus belajar sejarah dan tidak boleh melupakan, apalagi mengkhianati peristiwa bersejarah.
18 Agustus 1945 adalah hari lahirnya Pancasila dan UUD 1945. Pemberian umat Islam bagi bangsa dan negara Republik Indonesia. Jangan mencoba untuk mengkhianati. Jika khianat lagi, Umat Islam akan melawan kembali.
*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan