Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Tidak seorang pun yang kuasa mengetahui sesuatu yang akan terjadi (QS Luqman: 34). Jangankan manusia biasa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sekalipun tidak pernah bisa memastikan yang akan terjadi.
“… Jika sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan melakukan kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan pernah ditimpa oleh kemudharatan (QS Al-A’raaf: 188).
Oleh sebab ketidakmampuan membaca hikmah dari rencana Allah Subhanahu wa Ta’ala di balik suatu peristiwa, maka sangat mungkin seseorang mengira sesuatu itu tidak baik, padahal ia sangat baik untuknya. Sebaliknya sangat mungkin seseorang mengira sesuatu itu baik, padahal ia sangat buruk baginya (QS Al-Baqarah: 216, An-Nisaa’: 19).
Ketidakmampuan mengetahui apa yang terbaik untuk kehidupan esok, lusa dan di masa mendatang, bisa berakibat lebih fatal lagi manakala seseorang di samping berusaha juga ngotot berdoa memohon kepada Allah sesuatu yang jika saja doanya dikabulkan, maka niscaya dia akan menyesal. Karena sesungguhnya yang diminta itu sebenarnya sesuatu yang tidak baik—yang dapat mencelakakan dirinya (QS Al-Israa’: 11).
Karenanya demi menggapai keselamatan dan kebahagiaan, setiap Mu’min harus berhusnuzhon—baik sangka—kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi setiap hamba-Nya. Namun agar seseorang dapat meyakini bahwa yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu pasti sesuatu yang terbaik baginya, maka yang bersangkutan harus yakin dirinya benar-benar dicintai Allah Ta’ala.
Untuk dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, seseorang harus benar-benar mencintai Allah dan Rasul-Nya, mengalahkan cintanya kepada dunia dan segala isinya (QS At-Taubah: 24) dengan senantiasa mematuhi semua aturan Allah dan Rasul-Nya.
Jika seseorang telah berupaya secara optimal untuk mematuhi syariat Allah Ta’ala, maka dia berhak untuk meyakini bahwa setiap keputusan Allah terhadap dirinya pasti yang terbaik, kendati, katakanlah, sejuta akal manusia mengatakan “tidak baik”. Terlebih lagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengingatkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menetapkan untuk seseorang sesuai dengan apa yang dia sangkakan.
Diriwayatkan, suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjenguk seseorang yang sedang sakit demam. Beliau pun berupaya menghibur dan membesarkan hati orang tersebut lewat sabdanya:
“Semoga penyakitmu ini menjadi penghapus dosamu.” Orang itu menjawab, “Tapi ini adalah demam yang mendidih, yang jika saja menimpa orang tua yang sudah renta, niscaya akan menyeretnya ke lubang kubur.” Mendengar keluhan yang bersangkutan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika demikian anggapanmu, maka akan seperti itulah yang terjadi,” (HR Ibnu Majah).
Karenanya, bagi setiap Mu’min yang telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka haram baginya Su’uzhon—berburuk sangka—kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya wajib baginya Husnuzhon—berbaik sangka—dan senantiasa ridha menerima segala keputusan Allah Ta’ala (HR Ahmad).
Mari kita raih kebahagiaan dengan senantiasa mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, berbaik sangka dan ridha terhadap setiap keputusan-Nya.
*) Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/Ketum ANNAS Pusat