Catatan KH Athian Ali M Da’i Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Berbicara masalah “murtad” tentu saja yang dimaksud bukan hanya sebatas mereka yang secara tegas menanggalkan baju keimanan lalu memakai baju kafir. Tapi murtad juga berlaku bagi mereka yang mengenakan baju Mu’min, namun telah gugur keimanannya di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Termasuk di antara mereka yang murtad adalah kendati tetap teguh meng-“esa”-kan Allah Ta’ala dari segi Dzat dan Sifat-Sifat-Nya, namun gugur keimanannya karena tidak meng-“esa”-kan Allah dari syariat-Nya. Seperti gugurnya keimanan iblis selama 80.000 tahun hanya karena “kufur”, menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam.
Menurut logika sesatnya iblis, seharusnya Adam ‘Alaihissalam yang diciptakan dari tanah yang sujud kepada iblis yang diciptakan dari bahan yang lebih mulia yakni api (QS Al-A’raaf: 12, Shaad: 76).
Jika iblis yang “kufur”—menolak—hanya terhadap satu dari syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menyebabkan gugurnya keimanan, bahkan berujung dengan laknat Allah, lantas bagaimana dengan mereka yang mengaku Mu’min, namun kufur terhadap sekian aturan dan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Bahkan bukan sekadar menolak, tapi juga menuduh sebagian dari syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak manusiawi, kejam, sudah tidak relevan dengan zaman dan sejumlah alasan ngawur dengan logika sesat lainnya. Tidakkah mereka sesungguhnya jauh lebih kufur dari iblis? Atau bahkan lebih iblis dari iblis?
Banyaknya mereka yang telah murtad, tentu saja tidak harus membuat orang-orang Mu’min menjadi pesimis melihat masa depan, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan jika situasi tersebut terjadi, maka Allah akan mendatangkan generasi baru, yang dalam QS Al-Maidah ayat 54, disebutkan lima kriteria dari generasi pilihan Allah tersebut:
Pertama: Dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala karena mereka sangat mencintai semua yang dicintai oleh Allah dan membenci semua yang dibenci oleh Allah Ta’ala.
Kedua: Bersikap rendah hati dan lemah lembut terhadap saudaranya sesama Mu’min.
Ketiga: Bersikap keras atau tegas terhadap orang-orang kafir. Dengan kata lain, generasi yang dijanjikan adalah generasi yang dibangun atas dasar ikatan persaudaraan sesama Mu’min (QS Al-Hujuraat: 10) yang diwujudkan di satu sisi dalam bentuk mencintai saudaranya sesama Mu’min seperti cinta dia pada dirinya sendiri (HR Bukhari), sementara di lain sisi “Asyiddaa-u ‘alal kuffaar” (keras dan tegas) terhadap orang-orang kafir (QS Al-Fath: 29 ). Bukan malah sebaliknya, bersikap lemah lembut terhadap kaum kuffar, tapi keras bahkan memusuhi saudaranya sesama Mu’min.
Keempat: Siap berjihad di jalan Allah. Jihad dalam pengertian upaya yang sungguh-sungguh memanfaatkan secara optimal semua potensi yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan untuk menggapai ridha Allah sesuai dengan syariat-Nya. Termasuk “jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim,” (HR Abu Daud, Tirmidzi, lbnu Majah).
Kelima: Tidak takut terhadap celaan orang-orang yang suka mencela. Senantiasa istiqomah berjuang menegakkan kebenaran ilahi dan siap menghadapi risiko dari mereka yang merasa terusik kenyamanan hidupnya karena sedang asyik berkubang dengan kemaksiatan.
Semoga generasi pilihan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan tersebut segera terwujud dan kita termasuk di dalamnya.
*Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/Ketum ANNAS Pusat