Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Sulit mengelak bahwa cuitan Ferdinand Hutahaean yang menyinggung Allah adalah penistaan dan menimbulkan kegaduhan bahkan kemarahan. Akhirnya Hutahaean ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan Mabes Polri .
Kini ternyata bukan Allah yang dikasihani, tetapi Ferdinand yang memelas minta dikasihani. Mengaku tidak sehat pikiran dan pura-pura pingsan. Kejutan awal tahun.
Kejutan kedua adalah nasib dua putra Presiden yang harus berurusan dengan hukum. Gibran dan Kaesang dilaporkan ke KPK oleh aktivis dan dosen UNJ Ubedilah Badrun. Publik tidak menyangka ada langkah pelaporan yang dipastikan bakal membuat pusing keluarga Istana dan juga KPK sendiri. Publik turut mengikuti dan bersiap melakukan penilaian.
Laporan atas Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep berkaitan dengan Tindakan Pidana Korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berhubungan dengan perusahaan PT SM. Kasus kebakaran hutan adalah dasar penyuntikan dana atas proyek perusahaan ventura.
Keterlibatan itu berhubungan dengan anak Presiden yang membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi PT SM dan pembelian saham 92 M serta kucuran dana 99,3 M.
KPK berjanji akan melakukan telaahan atas laporan tersebut. Opsinya tentu melanjutkan laporan dengan penyelidikan dan penyidikan atau menyatakan bahwa itu bukan kewenangan KPK, atau tidak menemukan bukti permulaan yang cukup. Publik berharap KPK serius melakukan telaahan dan langkah-langkah. Tidak terhambat oleh status terlapor adalah duo anak Presiden.
Tahun 2022 nampaknya bakal menjadi tahun kejutan. Pelaporan terhadap Gibran dan Kaesang ke KPK didahului laporan Adhie Massardi dan Marwan Batubara soal korupsi Ahok. Penahanan penista agama Hutahaean didahului penahanan Habib Bahar bin Smith yang memungkinkan lebih terkuaknya “misteri Km 50”.
Demikian juga gerakan masif untuk menggugat Presidential Threshold 20% agar menjadi 0% yang memungkinkan peta politik dapat berubah.
Laporan korupsi atau pencucian uang Gibran dan Kaesang perlu dukungan dan perhatian publik yang lebih luas. Ini bagian dari upaya untuk memberantas KKN yang di masa Pemerintahan Joko Widodo terasa semakin marak saja.
Pandemi Covid-19 bukannya menjadi momen untuk membangun keprihatinan nasional, tetapi justru terbangun kesenjangan sosial. Kelompok tertentu memanfaatkan pandemi untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Kasus Bansos, Vaksin atau PCR adalah contohnya.
Gaya “anak Presiden” telah menimbulkan antipati sosial. Laporan Ubedilah Badrun direspons positif. KPK meski “dikuasai” Dewan Pengawas yang kini diuji sikap dasarnya sebagai lembaga anti korupsi. Masuk ke ruang keluarga Istana membutuhkan mental kuat, jujur dan berkarakter sebagai penegak kebenaran. Rumusnya adalah “bersama rakyat KPK kuat”.
Gibran dan Kaesang adalah “pengusaha” yang bermetamorfosa atau bermimikri menjadi “penguasa”. Sebagai wajah dari kekuasaan sewajarnya keduanya harus senantiasa melakukan pembersihan diri. Laporan KPK adalah ajang untuk itu. KPK pun moga tidak menjadi bukti telah menjadi lembaga yang terkooptasi.
Kita tunggu kejutan lanjutan. Setelah Hutahaean ditahan, lalu Abu Janda, Denny Siregar dan lainnya. Korupsi PCR yang diduga melibatkan Erick dan Luhut harus terus diusut. Ahok yang harus dihukum ulang, serta Gibran dan Kaesang yang menjadi kunci pembuka dari KKN dan skandal dari keluarga Istana.
Semoga tahun 2022 menjadi tahun kejutan, tahun perubahan, tahun rakyat yang semakin berdaulat.
*) Analis Politik dan Kebangsaan