Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Judul di atas adalah tulisan dalam baliho yang dipasang di Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Kumpulan massa menyatakan tekad untuk menjaga baliho tersebut.
Ada gejala upaya untuk menurunkan baliho tersebut. Isi kalimat berkaitan dengan aspek normatif bahwa tragedi Km 50 harus diusut tuntas. Pembunuhan itu dinilai sadis.
Aspirasinya adalah bahwa peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI merupakan suatu tragedi yang tidak boleh dimain-mainkan, direkayasa, atau diambangkan. Harus dituntaskan.
Kritiknya adalah bahwa proses peradilan yang kini sedang berjalan dengan dua orang terdakwa anggota Kepolisian dinilai tidak akan mampu menuntaskan pengusutan tragedi Km 50.
Baliho hanyalah baliho, namun ada teriakan keras di sana. Pihak yang terusik adalah yang menutup telinga atas suara berisik itu. Dahulu Dudung Abdurrahman semasa menjadi Pangdam Jaya merasakan suara berisiknya, hingga harus bersusah payah untuk membasminya. Mengomando pencopotan baliho sosok HRS. Maka dia mendapat gelar sebagai Jenderal Baliho.
Ketika para “calon” Presiden jumawa diri dengan baliho di mana-mana, ada Puan, Airlangga, Muhaimin, Erick Thohir dan lainnya atau baliho Presiden yang mengingatkan masker dan vaksin, maka wajar muncul baliho “lain” di Madura tentang “usut tuntas tragedi Km 50”. Sebenarnya tidak perlu dimasalahkan karena pesannya konstruktif. Persoalan penegakan HAM menjadi kewajiban bersama bangsa Indonesia.
Suara itu tulus dan datang dari “bawah” yang merasakan adanya ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam penanganan dan pengungkapan tragedi Km 50. Rekayasa kasar untuk menutupi fakta dan melindungi pelaku kriminal yang sesungguhnya.
Ketika ungkapan lewat bunga “say it with flower” dianggap terlalu lemah, “say it with law” tidaklah mudah, maka sekelompok warga Madura menyatakan aspirasinya lewat baliho “say it with baliho”.
Semoga Jenderal Dudung tidak mengerahkan pasukannya ke Madura untuk menurunkannya. Sebaiknya bergerak saja ke Papua. Ada lawan seimbang di sana. “TNI kombatan, kami juga kombatan,” kata Arnoldus Kocu, Komandan teroris TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan