Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Dukungan kepada Anies Rasyid Baswedan untuk menjadi Presiden menggantikan Joko Widodo semakin menguat. Berbagai kelompok relawan mendeklarasikan diri dengan sukarela, bukan “by design” yang dirancang atau digerakkan Anies sendiri.
Ada keinginan dan harapan dari para relawan bahwa Anies dapat mengubah keadaan sosial, politik dan ekonomi negeri. Situasi saat ini dinilai menyesakkan dan hampir membuat putus asa rakyat. Pemimpin ada tetapi seperti tiada.
Relawan tidak berharap Anies Baswedan melawan rezim. Mereka hanya ingin Anies menyelesaikan tugas sebagai Gubernur DKI dengan baik dan selamat. Berbagai penghargaan atas prestasinya menjadi investasi untuk meningkatkan kepercayaan sebagai Presiden kelak. Anies memang manis memainkan ritme permainan politik. Tidak mudah terpancing oleh tantangan atau ejekan ecek-ecek.
Sebagaimana semangat dan sukses dalam mengubah Jakarta, maka Anies akan bersemangat dan sukses pula untuk mempimpin Indonesia. Kuncinya adalah dukungan tulus rakyat, bukan dukungan bayaran, pencitraan dan kecurangan.
Rakyat muak dengan ketiga pola atau model dukungan tersebut. Pengganjalan padanya luar biasa, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Termasuk kelicikan politik dengan Pilkada serentak tahun 2024.
Konsekuensinya Anies harus berhenti sebagai Gubernur pada Oktober 2022. Rezim menyiapkan permainan dengan para Kepala Daerah yang kemungkinan kuat adalah “all the President’s men”. Rakyat menjadi target dari proses penggiringan, pembodohan dan penipuan politik lagi.
Rezim sendiri tak perlu dilawan oleh Anies karena rezim ini sedang melawan dirinya sendiri. Sibuk mengatasi penyakit keangkuhan dan perselingkuhan dengan dirinya. Rezim akan dikalahkan dengan ‘knock out’ oleh bayangannya sendiri. Shadow boxing yang melelahkan dan menghentikan detak jantung.
Dua periode kepemimpinan Joko Widodo boleh dibilang ruwet. Korupsi yang berdempetan dengan kolusi cukup marak. Nepotisme tidak malu-malu dipertontonkan. Kesewenang-wenangan dengan memperalat hukum menjadi kultur.
Demikian pula nilai minus pada penegakan HAM. Penanganan pandemi tidak ajeg. Tajam ke luar tumpul ke dalam. Virus terus menari-nari dalam alunan dan pukulan gendang ambivalensi.
Di samping muncul aspirasi agar “stop now and here”, juga perubahan adalah harapan dan tuntutan. Anies nampaknya siap untuk mengubah atmosfir maupun substansi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun dipastikan warisan Joko Widodo adalah utang berat dan keruwetan tersebut.
Eskalasi elektabilitas dan popularitas Anies membuat banyak lembaga survei tiarap. Jika bergerak, maka sulit membendung hasil polling teratas. Tidak ada pesaing kuat selain hanya bisa “memainkan Prabowo”. Ganjar terus merosot. Puan dan Airlangga belum bisa didongkrak. Erick baru masuk box atas gencarnya kampanye. Anies sendiri yang “belum” melangkah sudah bagus support publiknya.
Secara jujur dan objektif Anies memang unggul. Kualitas akademik, reputasi politik, maupun stabilitas emosi yang cukup mumpuni. Belum lagi nilai tambah dari kesantunan dan religiusitasnya. Jika Anies Baswedan menjadi Presiden, nampaknya rakyat Indonesia tidak akan dipermalukan dalam forum-forum internasional.
Sebagai Gubernur, Anies Baswedan tidak berada dalam kancah perlawanan. Akan tetapi langkah dan prestasinya membuka ruang bagi perubahan. Untuk skala yang lebih luas.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan