Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Rasanya sudah terlalu lama dibiarkan, keberadaan segelintir orang di negeri ini yang tak henti-hentinya membuat kegaduhan dan upaya pembelahan masyarakat, khususnya umat Islam.
Di antara mereka di samping ada yang tampil terang-terangan mengenakan baju kafir, banyak juga yang justru menampakkan diri dengan berbaju Muslim. Cukup sulit untuk menduga apa sebenarnya agama mereka. Lebih sulit lagi rasanya untuk menyatakan mereka Muslim, sebab bagaimana mungkin seorang Muslim sampai hati merendahkan dan menghina kesucian agamanya sendiri?
Pada setiap saat mereka terkesan hanya sibuk mencari momen untuk memuntahkan dari mulut mereka berbagai bentuk hinaan, kecaman dan cemoohan terhadap kesucian Islam, disertai umpatan-umpatan kebencian dan kedengkian kepada setiap Muslim yang ingin melaksanakan syariat Islam secara kaaffaah-totalitas (QS AIBaqarah: 208).
Sulit diterima akal sehat, jika tidak ada kekuatan yang sengaja melahirkan, memelihara dan membesarkan mereka.
Dalam mencari jawaban “Siapa” yang berada di balik gerakan “Anti Islam” ini, tidak sedikit yang mulai mencium kembali aroma yang dulu pernah mewarnai situasi menjelang G30S-PKI 1965, di bawah judul lagu “Anti Agama” dengan irama dan nada yang nyaris sama.
“Anti Agama” itu dalam bentuk, di antaranya kriminalisasi terhadap para Ulama. Intimidasi dan tindakan kekerasan sampai kepada pembantaian terhadap para Ulama, Asaatidz dan Habaaib yang dilakukan dengan sangat keji oleh yang konon katanya “orang-orang gila”.
Begitu pula dengan hadirnya beragam-ocehan di media sosial (medsos) dalam bentuk fitnah keji terhadap Islam sebagai agamanya orang Arab yang menurut mereka tidak cocok dengan iklim dan budaya Nusantara.
Yang jauh lebih eksplisit lagi Iahirnya kembali julukan “Kadrun”. Istilah yang dipopulerkan komunis pada era 1960-an ini, ditujukan kepada setiap Muslim yang sedang berupaya mewarnai kehidupan dengan nilai dan ajaran Ilahi.
Kita semua pastinya menyadari, persatuan dan kesatuan bangsa ini akan terancam bubar, jika umat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini terpecah belah.
Karenanya, upaya memecah belah persatuan yang secara masif dilakukan segelintir orang yang anti agama dan gila duniawi ini harus segera dihentikan.
Umat Islam harus segera diingatkan untuk mewaspadai kehadiran mereka yang hanya ingin menghancurkan persatuan dan kesatuan di negeri ini.
‘Idul Fitri kali ini, kiranya bisa dijadikan momentum oleh umat Islam untuk tidak hanya sekadar berbasa-basi mengukir dan saling melemparkan senyum sambil bersalam-salaman, tapi yang jauh lebih utama dari itu semua adalah semangat untuk merajut dan menyatukan hati dan pikiran dalam mewujudkan tekad bersama li’izzatil Islam wal muslimin—untuk kejayaan Islam dan kaum Muslimin—serta upaya dan tekad untuk siap “menghamparkan tikar perdamaian dan persatuan” bagi seluruh anak bangsa, demi keutuhan negeri yang sama-sama kita cintai.
*) Ketua Umum ANNAS Pusat/Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)