Nikah Beda Agama Membuat Rapuh Keluarga, AILA Indonesia Ajukan Uji Materiil UU Perkawinan
SALAM-ONLINE.COM: Kebahagiaan setiap keluarga, salah satunya dapat ditempuh dengan senantiasa menjaga keyakinan dan tradisi agama. Praktik-praktik ibadah yang dilaksanakan bersama-sama juga dapat menjadi jalan harmonisnya relasi di antara pasangan di dalam sebuah keluarga.
Menurut Olson D DeFrain, J & Skogrand, L. (2010), agama juga mampu menjaga kestabilan emosi di antara pasangan dalam keluarga. Namun demikian kenikmatan dan ketenangan dalam melaksanakan ritual keagamaan idealnya hanya dapat dirasakan oleh pasangan dengan keyakinan yang sama. Akibatnya pasangan berbeda agama berpotensi besar menyebabkan rapuhnya keluarga
Demikian diungkapkan oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia—sebuah lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga—dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/7/2022). AILA Indonesia mengingatkan bahwa pasangan yang berbeda agama kerap terlibat dalam konflik seiring meningkatnya keyakinan keagamaan masing-masing.
“Dengan bertambahnya usia pada umumnya setiap individu akan semakin religius. Religiusitas seorang individu bersifat universal dan tidak hanya dialami oleh pemeluk agama tertentu saja,” terang AILA.
Mengutip tokoh Psikologi Perkembangan Elizabet B Hurlock dalam bukunya Developmental Psychology, AILA mengatakan bahwa seorang individu ketika memasuki usia 40-60 akan mengembangkan sikap, perilaku dan perhatian yang lebih besar kepada agama (Hurlock, 1953).
“Pendapat ini sejalan dengan fenomena sosial yang kita temukan di masyarakat. Rumah-rumah ibadah akan diisi mayoritas jamaah dengan usia lanjut. Demikian juga kajian-kajian keagamaan lebih banyak dihadiri oleh jamaah yang sudah cukup usia dibandingkan remaja atau usia muda.”
AILA Indonesia menyebut konflik yang terjadi karena meningkatnya religiusitas di antara pasangan yang berbeda agama pada umumnya akan berakhir pada perceraian. Angka perceraian pasangan yang berbeda agama lebih tinggi dibandingkan pasangan seiman.
AILA Indonesia mengutip Lehrer dan Chriswick dalam Joanides (2004:93) pada tahun 1998 yang meneliti tingkat perceraian pasangan satu iman antara 13% sampai dengan 27%. Sedangkan pada pasangan beda agama angka perceraian mencapai 24% sampai dengan 42%.
Mengingat besarnya ancaman terhadap ketahanan keluarga, AILA Indonesia mengajukan permohonan sebagai pihak terkait terhadap Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang (UU) Perkawinan dalam Perkara Pengujian UU Nomor 24/PUU-XX/2022. Permohonan kepada pihak terkait diajukan langsung oleh ketua AILA Indonesia Rita Hendrawati Soebagio, MSi dan kuasa hukum dari AFS & rekan, Nurul Amalia SH, MH. []