Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Dari penjelasan yang buka tutup dalam kasus Duren Tiga pembunuhan Polisi oleh Polisi di kediaman Polisi nampaknya Komnas HAM bukan saja tidak profesional, tetapi juga terkesan masuk angin.
Arah penjelasan mengikuti ritme yang sudah ada. Komnas HAM semestinya fokus dalam kasus ini pada ada tidaknya pelanggaran HAM. Bukan berfungsi sama dengan atau sebagai humas Polri.
Ketika Polri serba sulit dan serba salah memberi penjelasan terbuka pada publik atas peristiwa kriminal yang cukup aneh ini, maka Komnas HAM ternyata mengambil porsi seksi humas tersebut. Agenda dan langkah pemeriksaan menjadi bahan untuk diinformasikan dengan tahapan penjelasan yang bernuansa penggiringan. Komnas yang awalnya ingin mandiri, nyatanya membebek juga.
Dulu saat Komnas HAM dipercaya untuk menyelidiki kasus pembunuhan enam laskar FPI kerjanya juga kacau. Dasar penyelidikannya salah. Komnas HAM tidak mau mendasarkan diri pada ketentuan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memberi kewenangan besar bagi Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan. Akibatnya saat proses peradilan, hasil kerja Komnas HAM menjadi sia-sia atau tidak berguna. Dibuang ke tempat sampah.
Kini terkesan Komnas HAM menjadi bagian kerja Kepolisian. Sebagaimana karakter rezim yang lip service, Komnas HAM juga menjadi bagian yang sama saja. Teriak ke publik independen, namun praktiknya tidak menunjukkan independensinya. Tidak ada informasi baru dari Komnas HAM. Soal CCTV juga Polisi sudah mengumumkan akan keberadaan CCTV di sekitar TKP tersebut.
Ekspos terakhir Komnas HAM soal jaringan komunikasi yang dibeberkan Choirul Anam, menggambarkan lembaran kertas yang dibeberkan dan di ujungnya ternyata dilipat. Komnas HAM payah. Di satu sisi dibuka, di lain sisi ditutup. Terlepas yang ditutup itu rahasia, tapi konperensi pers seperti ini sangat buruk.
Begitulah Komnas HAM bekerja yang ujungnya “ditutup”. Persis saat Km 50 yang aktif juga panggil sana sini seperti institusi independen. Namun gagah di awal, melorot di ujung. Di tengah juga mulai tanda-tanda loyo. Tidak berani keluar dari skenario. Seperti takut-takut mengungkap temuan dan merekomendasi “cari aman”. Saat bekerja waktu itu Komnas HAM sudah ada yang mendorong agar sebaiknya dibubarkan.
Kasus yang luar biasa aneh pada peristiwa yang terjadi di ruang kepolisian ini dimana penembak jelas dan yang ditembak juga jelas, tetap saja tersangka tidak jelas. Komnas HAM lambat menegaskan pelanggaran HAM telah terjadi atau tidak, siapa dan berapa orang pelanggar HAM, siapa pula yang dilanggar HAM-nya, keluarga Ferdy Sambo, Brigadir J dan keluarganya, atau pihak lain. Komnas HAM bukanlah Polisi yang harus menjelaskan tahap penyidikannya.
Komnas HAM tidak memberi solusi. Bahkan dapat dianggap melakukan penggiringan opini. Ini tidak sesuai dengan visi penegakan Komnas HAM “proses tindakannya dalam rangka pencarian kebenaran guna mengetahui terjadinya pelanggaran HAM serta memberi sanksi bagi siapapun yang terbukti melakukan pelanggaran tanpa adanya diskriminasi guna memberikan rasa keadilan”.
Ingat di antara misi Komnas HAM adalah: “mempercepat dan memastikan pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan serta penyelesaian kasus pelanggaran HAM terutama pelanggaran HAM berat”.
Tugas Komnas HAM tidak lain untuk menguji serius dalam kasus penembakan di kediaman Irjen Ferdi Sambo itu ada pelanggaran HAM atau tidak atau mungkin juga terjadi pelanggaran HAM berat. Kasus ini serius karena ternyata diduga melibatkan banyak pihak.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan