Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Alhamdulillah, Jumat 30 Desember 2022 yang baru lalu, telah diresmikan sebuah Masjid yang sangat megah, dengan corak arsitektur yang sangat membanggakan.
Warga Jawa Barat, khususnya umat Islam, sudah selayaknya bersujud syukur, dengan kehadiran Masjid yang telah direncanakan dan diharapkan keberadaannya sejak tahun 2014 lalu itu. Saya pribadi sangat menyesal karena tidak dapat memenuhi undangan saat peresmian. Mengingat pada saat yang sama sudah ada tiga acara yang sudah teragendakan sebelumnya.
Di samping rasa syukur yang tidak terhingga, ada sedikit yang agak mengganggu pikiran, terkait dengan pemberian nama AL JABBAR.
Setiap mu’min tentunya mafhum, AI Jabbar merupakan salah satu dari sembilan puluh sembilan Asmaa-ul Husna—nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala—yang tentu saja sangat tidak layak disandang oleh makhluk-Nya.
Dari segi akidah, setiap mu’min mutlak wajib meyakini sepenuhnya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak hanya Waahid—satu—(QS AI Baqarah: 163, Al Ma-idah: 73, Al Hajj: 34, An Nahl: 22, AI Kahfi: 110) tapi juga Ahad (QS AI Ikhlas: 1) dalam pengertian tidak terdiri dari unsur-unsur sebagaimana makhluk-Nya.
Allah itu Ahad—Esa—tidak hanya Zat-Nya saja, tapi Esa dalam syariat-Nya, juga Esa dalam Asmaa—Nama-nama—dan Sifat-Sifat-Nya. Jadi Dia (Allah) sama sekali tidak serupa sedikit pun dengan makhluk ciptaan-Nya (QS Asy-Syuura: 11)
Karenanya, sebagaimana dinyatakan Ibnu Al Qoyyim Al Jauziyyah dalam kitabnya Tuhfatul mauluud bi-ahkaamil mauluud, para Ulama memfatwakan haram hukumnya bagi orang tua memberi nama anaknya dengan nama Allah atau Asma Al Husna lainnya seperti: Maalikul Mulk sebagaimana ditegaskan dalam Hadits sahih Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
Tujuan pelarangan tersebut dimaksudkan, agar jangan sampai terkesan apalagi diyakini oleh seseorang, bahwa ada makhluk yang menyamai atau serupa dengan Al Khaliq, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika seseorang ingin menggunakan salah satu asmaa Allah untuk nama anak atau Masjid misalnya, maka sebagai jalan keluarnya, Asmaa Allah harus di-Idofatkan (disandarkan) kepada makhluk, misalnya Abdullah (Hamba Allah) atau Abdurrahmaan (hamba Allah Yang Maha Pengasih). Masih menurut hadits, dengan disandarkan seperti itu, bahkan menjadi dua nama yang sangat disukai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atau bisa juga disandarkan kepada makhluk Iain seperti Baitullah (rumah Allah) Saifullah (pedang Allah) dan sebagainya.
Karenanya, agar niat yang mulia dalam memberi nama Masjid dengan salah satu asmaa Allah yaitu Al Jabbar, tanpa melanggar syariat, maka sebaiknya tidak menggunakan Alif lam ma’rifat, sehingga menjadi Jabbar atau dengan membuang Tasydid pada huruf Ba sehingga menjadi Al Jabar (Huruf Ba-nya hanya satu) atau bisa juga dengan menyandarkan asma Allah Al Jabbar dengan makhluk seperti Bait (rumah) misalnya, sehingga namanya menjadi Baitul Jabbar (Rumah Allah yang Maha Kuasa Memaksa hamba-hamba-Nya sesuai yang Dia kehendaki).
Tentunya yang disampaikan ini hanya sebatas pendapat dan usulan. Jika pendapat ini benar, maka kebenaran tentu saja hanya datang dari Allah. Jika salah, maka kesalahan itu hanya lahir dari hamba-Nya yang dhoif dan hina ini.
Semoga Masjid yang menjadi kebanggaan masyarakat, khususnya umat Islam di Jawa Barat ini, kelak akan menjadi Baitullah, rumah Allah—tempat bagi hamba-hamba-Nya untuk mengenal, mencintai dan bertaqarrub diri kepada Allah Ta’ala.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam perencanaan dan pembangunan Masjid ini, sepatutnya kita mendoakan: Baarakallaahu fiikum jamii’an, wa amadda fii ‘umrikum likhidmatil Islam wal Muslimin (Semoga Allah melimpahkan berkah dan memanjangkan umur saudara-saudara sepenuhnya dalam berkhidmat bagi Islam dan umatnya).
Aamiin Yaa Allah Yaa Mujiibas-saa iliin.
*Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/Ketum ANNAS Pusat