Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Kekhawatiran terjadinya masalah sosial dari kedatangan dan keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China di Indonesia mulai terbukti. Kasus konflik di area smelter PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) Morowali Utara telah menewaskan dua orang tenaga kerja masing masing untuk TKA China dan Tenaga Kerja Indonesia. Bangunan dan kendaraan banyak yang terbakar atau hancur.
Sebab terjadinya konflik berdarah ini belum jelas. Ada berita soal perundingan yang macet, TKI dipukuli atau disiksa, tuntutan aksi yang tidak dipenuhi hingga kesenjangan gaji TKA China dan TK Indonesia. Apapun sebabnya maka faktor arogansi TKA China memang kuat. Maklum pabrik itu “milik” mereka. Investor sebagai “owner”. TKA China adalah anak emas investor.
Kritik atas “banjir”-nya TKA China sudah sejak lama. Kekhawatiran bukan hanya persoalan kesenjangan sosial atau budaya, tetapi juga politik dan keamanan. Kedaulatan negara yang dapat tergerus. Rezim “lapar” investasi membuka peluang bagi penjajahan baru. China adalah teman dekat rezim. Jokowi menyapa Xi Jinping sebagai “Kakak Besar”. Luhut Panjaitan menjadi Duta investasi China.
PT (GNI merupakan perusahaan nikel yang dimiliki oleh pengusaha tambang asal China, Tony Zhou Yuan. Kemenaker sudah didesak untuk melakukan tindakan hukum dan sanksi berat kepada PT GNI karena perusahaan ini dinilai melakukan banyak pelanggaran, antara lain tidak memiliki peraturan perusahaan, kontrak bagi pekerjaan yang berstatus tetap, pemotongan upah, PHK sepihak serta keselamatan kesehatan karyawan.
Masalah TKA China jangan dianggap remeh oleh Pemerintah. Sentimen publik sangat kuat. Bagai api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat membakar. Bisa saja dimulai konflik antar karyawan. Pada aspek yang lebih luas, kesenjangan sosial ekonomi dan kiprah politik warga keturunan juga perlu mendapat perhatian. Tidak ada sama sekali pengendalian dan pengaturan.
Jumlah TKA China dalam catatan resmi Kemenaker “hanya” sebesar 40 ribu lebih. Itu adalah TKA terbanyak di Indonesia. Jepang urutan kedua dengan jumlah yang tidak terlalu signifikan. TKA China ternyata bukan hanya tenaga expert, tetapi juga buruh kasar. Ini persoalan besar di tengah tingginya angka pengangguran kaum pribumi.
Konflik berdarah di Morowali jangan semata disalahkan pekerja atau karyawan pribumi lalu diproses hukum. TKA China yang mungkin menjadi penyebab bahkan membunuh juga patut diproses hukum. Jika penanganan tidak adil, maka persoalan menjadi tidak selesai. Berbuntut panjang dan tuntutan pengungkapan fakta independen dapat mengemuka.
Urusan nikel sebenarnya Indonesia kena semprot WTO. Kalah gugatan dari Uni Eropa dalam Dispute Settlement Body WTO. Jokowi Banding dan berargumen serius untuk membela. Entah kepentingan bangsa atau China. Kini terjadi peristiwa berdarah di area smelter PT GNI Morowali. Bukan Indonesia lawan Uni Eropa tetapi Indonesia lawan China. China Vs Indonesia.
Elemen bangsa Indonesia seharusnya tidak menjadi pembela atau budak China. Meski tidak perlu berprinsip go to hell China.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan