Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Sayang pelaku penembakan itu tewas atau ditewaskan sehingga tidak dapat diusut motif melakukan penembakan di Kantor MUI Pusat pada Selasa (2/5/2023) lalu.
Apapun motifnya, kasus ini adalah sebuah teror. Bukan semata si pelaku yang menjadi teroris, tetapi desain yang memanfaatkan pelaku, itulah teroris sebenarnya. Tewasnya pelaku hanya membenarkan “cut off” dari jalinan.
Seperti biasa kasus-kasus seperti ini tidak pernah tuntas. Targetnya citra sesaat. Jika tidak tewas maka pelaku mengidap gangguan jiwa. Atau kalaupun tertangkap dan sehat maka tidak dapat diikuti kelanjutannya. Kasus menguap dan dilupakan. Tidak ada yang merasa berkepentingan atau peduli dengan pelaku dan jaringannya.
Karenanya kasus dor-doran seperti ini hanya “sekilas berita” atau “lintasan peristiwa” yang ramai sesaat. Ribut tuntut agar dilakukan pengusutan, tapi semua serba sulit karena pelaku tewas atau sakit jiwa. Lumayan seminggu dua minggu menutup kasus atau peristiwa lain.
Penembakan Kantor MUI saat ini ditujukan agar ulama atau “markas besar umat Islam” menjadi obyek gonjang-ganjing. Dikesankan ada pihak yang “dendam” atau “benci” pada MUI. Warning yang sekaligus tantangan. Keduanya bagi umat Islam tentu siap dihadapi “ente jual gue beli”. Umat Islam kuat dan siap jika menghadapi lawan yang jelas dan berani berhadap-hadapan.
Tapi umat Islam menyadari bahwa kasus seperti ini hanya main-mainan yang tidak berpengaruh signifikan. Sekadar mainan dor-doran. Korban tewas pun satu, yaitu pelaku itu sendiri yang memang ditumbalkan. Memang kasihan dia.
Di kalangan masyarakat, khususnya umat Islam sendiri apabila muncul kasus seperti ini menyikapinya beragam, yaitu:
Pertama, langsung berseru, “PKI…!” karena serangan kepada agama khususnys Islam dalam kesejarahannya dilakukan oleh PKI yang memang anti agama. PKI gaya baru kini terus berkeliaran.
Kedua, ini kerjaan intelijen, baik dalam atau luar negeri. Hanya yang memiliki kemampuan untuk datang dan pergi dengan cepat tanpa jejak adalah pekerjaan di ruang ini. Hukum tidak mampu menyentuh atau menindaklanjuti.
Ketiga, memang asli perbuatan sendiri karena berbagai motif, termasuk iming-iming atau mungkin salah pandang mengenai obyek. Aspek ketiga ini berdasarkan sikap kesal, benci atau dendam pribadi. Hal ini menjadi kemungkinan yang terkecil.
Penembakan di MUI tidak masuk akal karenanya diduga dilakukan oleh pihak yang mengabaikan atau memainkan akal. Tepatnya akal-akalan alias rekayasa.
Hikmah dari “serangan” kepada MUI itu ialah menjadi momen bagi umat Islam untuk lebih intens melakukan konsolidasi. Rapikan shaf perjuangan bersama. Orang-orang zalim dan kafir selalu berusaha untuk mengganggu. Bersikeras ingin memadamkan cahaya Allah.
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan tipu daya mereka, tetapi Allah menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci,” (QS Ash-Shaff: 8).
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan