Catatan Abu Athif, Lc – غفر الله له ولواديه-
SALAM-ONLINE.COM: Palestina, sebuah daratan di permukaan bumi ini yang mengandung banyak keberkahan. Salah satu wilayah di muka bumi yang dimuliakan oleh Allah ﷻ dengan dibangunkan di atasnya Masjid AL Aqsha. Tempat yang menjadi saksi bisu perjuangan para Nabi dan Rasul untuk menyebarkan risalah Tauhid. Ditambah lagi dengan dijadikannya tempat ini sebagai tujuan perjalanan bersejarah yang ditempuh oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Allah ﷻ berfirman:
﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (Q Al Isra’: ayat 1).
Bagi kaum Muslimin, mencintai dan memuliakan perkara yang dicintai dan dimuliakan oleh Allah ﷻ adalah konsokuensi iman. Bahkan masalah ini menjadi barometer kekuatan iman seorang hamba. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، عن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قال: (إِنَّ أَوْثَقَ عُرَى الْإِيمَانِ: أَنْ تُحِبَّ فِي اللهِ، وَتُبْغِضَ فِي اللهِ) -رواه أحمد-
Artinya: Dari Barro’ bin ‘Azib dari Nabi ﷺ beliau bersabda: “Sesungguhnya ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah,” (HR Ahmad).
Dalam surat al Isra’ ayat pertama dijelaskan dengan gamblang bahwa Masjid al Aqsha dan tanah yang ada di sekitarnya (wilayah Palestina dan bumi Syam) menjadi salah satu tempat di atas permukaan bumi ini yang dicintai dan dimuliakan oleh Allah ﷻ. Maka tidak diragukan lagi bahwa mencintainya, memuliakannya dan menjaganya bagian dari iman kita kepada Allah ﷻ. Bahkan melalui syari’at-Nya yang disampaikan oleh Nabi ﷺ menganjurkan kita untuk bersusah payah melakukan perjalanan menuju kepadanya, sebagaimana yang disebutkan dalam haditnya:
لا تُشَدُّ الرِّحالُ إلَّا إلى ثلاثةِ مساجدٍ : المسجدُ الحرامُ ، و مسجدي هذا ، والمسجدُ الأقصى (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Janganlah bersusah payah mengadakan perjalanan kecuali menuju pada ketiga Masjid: Masjid Al Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjid al Aqsha,” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kepedulian dan perhatian kita terhadap Masjid al Aqsha secara khusus dan wilayah Palestina secara umum menjadi kewajiban dan tanda bukti kejujuran iman seorang hamba. Tidak boleh kaum Muslimin membiarkan tempat mulia dan penuh barokah tersebut dikuasai oleh kaum kafir, kemudian mereka secara lancang mencemarinya dengan tindakan-tindakan maksiat dan bentuk-bentuk pembangkangan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Bagi orang yang mempelajari Siroh Nabawiyah, tentunya bukan perkara yang tersembunyi bahwa di antara misi-misi kenabian adalah membersihkan dan membebaskan Masjid al Haram dan Masjid Al Aqsha dari cengkeraman kaum musyrikin. Perjuangan nafas panjang yang melelahkan dan penuh pengorbanan telah disiapkan oleh Nabi ﷺ dalam rangka membebaskan kedua tempat suci tersebut. Pembebasan kota Makkah berhasil diraih oleh Nabi ﷺ dan para sahabat pada bulan Ramadhan tahun 8 H. sementara untuk pembebasan Masjid Al Aqsha, Nabi juga telah memulai dengan pembentukan pasukan khusus yang terdiri dari 700 pasukan dipimpin oleh Usamah bin Zaid. Pengiriman pasukan tersebut menargetkan benteng pertahanan militer penduduk Abna yang dekat dengan Balqa di wilayah Syam. Namun saat pasukan hendak bergerak menuju Syam, Nabi ﷺ wafat. Kemudian Abu Bakr melanjutkan estafet kepemimpinan Nabi ﷺ dan ditunjuk menjadi Kholifah. Beliau memberangkatkan pasukan khusus ini sesuai dengan wasiat Nabi.
Keberhasilan pasukan Usamah dalam mengalahkan pasukan Romawi di wilayah Balqa ini menjadi titik tolak kemenangan kaum Muslimin dan sekaligus menjadi jalan pembuka untuk pembebasan kota al Quds yang di dalamnya ada Masjid Al Aqsha di kemudian hari. Persis seperti apa yang dinubuatkan oleh Nabi ﷺ dalam sebuah hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa peristiwa penting yang terjadi setelah wafatnya beliau adalah pembebasan Baitul Maqdis. Hal itu terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab pada tanggal 15 Syawal tahun 16 H. Lima tahun setelah wafatnya Nabi ﷺ.
Pergolakan dan perjuangan dalam rangka menjaga kemuliaan Baitul Maqdis dan wilayah Palestina serta Bumi Syam secara umum menjadi agenda penting dan pusat perhatian bagi kaum Muslimin dari generasi ke generasi. Hal tersebut sebagai bentuk keimanan terhadap apa yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam beberapa hadits, di antaranya seperti apa yang diriwayatkan oleh sahabat yang mulia Abu Darda—semoga Allah meridhoinya—bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
إنِّي رَأيتُ كأنَّ عَمودَ الكِتابِ انتُزِعَ مِن تَحتِ وِسادتي، فأَتبَعْتُه بَصري، فإذا هوَ نورٌ ساطِعٌ، عُمِدَ به إلى الشَّامِ، ألَا وإنَّ الإيمانَ إذا وَقَعَتِ الفِتنُ بِالشَّامِ (رواه أحمد والطبراني والحاكم)
Artinya: “Sesungguhnya aku melihat (dalam mimpi) tiang al Kitab dicabut dari bawah bantalku, lalu aku mengikutinya dengan penglihatanku, ternyata dia adalah sebuah cahaya yang bersinar terang ditancapkan ke arah negeri Syam. Ketahuilah sesungguhnya iman itu akan bercokol di Syam Ketika terjadinya banyak fitnah,” (HR Ahmad, Thabrani dan Hakim).
Dalam hadits ini secara jelas Nabi Muhammad ﷺ menyebutkan informasi futuristik tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari. Disebutkannya sebuah tempat bernama Syam yang mengisyaratkan letak Masjid Al Aqsha. Dijelaskan oleh para ulama bahwa wilayah negeri Syam meliputi: Palestina, Yordania, Lebanon dan Suriah. Inilah Kawasan yang menjadi “episentrum” kekuatan iman di akhir zaman yang saat terjadinya banyak kemelut fitnah, dan kaum Mukminin akan senantiasa tampil memberikan perlawanan dan pembelaan terhadap syiar-syiar agamanya, termasuk dalam hal ini adalah menjaga Bumi Syam dari kerusakan yang ditimbulkan oleh kaum kafir dan munafik.
Dalam periwayatan lain disebutkan secara jelas alasan pentingnya menjaga Bumi Syam dan peduduknya. Dari Qurroh bin Iyas al Muzani bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
إذا فسدَ أَهْلُ الشَّامِ فلا خيرَ فيكم : لا تَزالُ طائفةٌ من أمَّتي منصورينَ لا يضرُّهم من خذلَهُم حتَّى تقومَ السَّاعةُ (رواه الترمذي)
Artinya: “Apabila penduduk negeri Syam telah rusak maka sungguh tidak ada kebaikan dalam diri kalian; akan senantiasa ada di antara umatku segolongan yang senantiasa menang, tidak berpengaruh kepadanya kemadharatan orang yang menghinakannya hingga tegaknya hari kiamat,” (HR Tirmidzi).
Secara jelas Nabi Muhammad menyebutkan korelasi antara penduduk negeri Syam dengan kebaikan umat Islam. Hal ini memberikan isyarat penting bahwa umat islam sedunia akan berada dalam kebaikan selama penduduk Syam berada dalam keadaan baik. Namun jika penduduk Syam sudah rusak maka rusak pula keadaan kaum Muslimin. Dengan ungkapan lain; kondisi negeri Syam menjadi barometer keadaan kaum Muslimin sedunia. Inilah alasan pentingnya menjaga kebaikan negeri Syam dan penduduknya.
Para ulama ahli hadits memberikan penjelasan bahwa kerusakan yang terjadi adalah berkenaan dengan kerusakan dalam masalah ad-Din. Maka inilah yang terjadi sesungguhnya hari ini. Upaya-upaya destruktif yang dilancarkan oleh kaum kafirin, musyrikin dan munafikin yang dipelopori oleh gerakan zionis yahudi—semoga laknat Allah menimpa mereka semua—menyasar iman dan syiar-syiar Islam di negeri Syam. Dari makar penghancuran Masjid Al Aqsha, penjarahan dan akuisisi ilegal wilayah Palestina hingga genosida populasi kaum Muslimin masih terus dipertontonkan di hadapan masyarakat dunia hari ini.
Tentu saja krisis dan tragedi yang terjadi di negeri Syam pumumnya dan Palestina khususnya tidak bisa dibiarkan oleh setiap hamba beriman. Kita tidak bisa berpangku tangan kepada negara-negara barat atau super power hari ini. Karena faktanya justru merekalah yang melindungi dan memberikan jalan bagi aggresor yahudi untuk menjajah Palestina dan bumi Syam. Sebagai kaum beriman tentunya kita harus terpanggil untuk memberikan kontribusi dan bersikap pro aktif dalam menjaga kebaikan negeri Syam dan penduduknya.
Bentuk solidaritas sebagai kaum muslimin harus ditunjukkan dari mulai doa, dukungan, keberpihakan, bantuan materi hingga seruan jihad fi sabilillah. Semua elemen kaum Muslimin haruslah memikul beban ini sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bagi yang memiliki amanah kekuasan hendaklah mengerahkan kekuatannya untuk membela kaum Muslimin Palestina yang tertindas dan menekan agresor zionis yahudi untuk menghentikan segala bentuk kezalimannya.
Bagi yang memiliki harta hendaklah memberikan bantuan kemanusiaan dan logistik perjuangan bagi para Mujahidin Palestina yang saat ini berada di front terdepan menghadang laju agresor zionis yahudi. Bagi yang memiliki kekuatan politik hendaklah mendesak semua kekuatan politik dunia untuk turut menekan agresor tersebut secara politik.
Bagi yang memiliki doa hendaklah menyampaikan munajat doa terbaiknya untuk saudara-saudaranya yang terzalimi di Palestina. Karena semua ini akan dimintai pertanggungjawaban di hapadan Allah. Sudahkah kita peduli dengan Palestina dan turut memberikan andil perjuangan untuknya? Sadarilah bahwa antara Palestina dan iman kita ada titik terang kejujuran dan kebaikan iman kita. Wallohu a’lam bis showab.