Takut Seruan Boikot, McDonald’s Putuskan Beli Semua Gerainya di Wilayah Jajahan ‘Israel’
SALAM-ONLINE.COM: Raksasa makanan cepat saji McDonald’s memutuskan bahwa mereka akan membeli kembali seluruh 225 restoran waralabanya di wilayah jajahan Zionis “Israel” setelah menandatangani perjanjian dengan waralaba Alonyal Limited. Alonyal Limited telah menjalankan bisnis ini selama 30 tahun menyusul boikot yang meluas terhadap merek tersebut akibat perang Zionis “Israel” di Gaza.
Jaringan restoran cepat saji asal AS ini seperti dilansir Daily Sabah, Jumat (5/4/2024) tengah menghadapi seruan boikot dan hujanan kritik di media sosial sejak Alonyal memberikan ribuan makanan gratis kepada pasukan Zionis “Israel” menyusul serangan penjajah tersebut ke Jalur Gaza setelah 7 Oktober tahun lalu. Jengkel sekaligus takut dengan seruan boikot tersebut, McDonald’s pun memutuskan untuk membeli semua gerainya itu di tanah jajahan Zionis.
Serangan Zionis sejauh ini telah membunuh lebih dari 33.000 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, kata otoritas kesehatan di wilayah terkepung tersebut.
Raksasa makanan cepat saji itu dalam sebuah pernyataan mengatakan Alonyal mempekerjakan 5.000 orang di seluruh negeri (jajahan), yang semuanya akan dipertahankan setelah selesainya transaksi dalam beberapa bulan mendatang.
“Setelah transaksi selesai, McDonald’s Corporation akan memiliki restoran dan operasional Alonyal Limited, dan karyawannya akan tetap dipertahankan dengan persyaratan yang setara,” kata manajemen McDnald’s dalam siaran pers yang dikutip sejumlah media asing.
“McDonald’s tetap berkomitmen terhadap pasar ‘Israel’ dan memastikan pengalaman karyawan dan pelanggan yang positif di pasar di masa depan,” kata Jo Sempels, Presiden International Developmental Licensed Markets di McDonald’s Corporation.
Perjanjian ini tunduk pada persyaratan tertentu, dan penutupannya diperkirakan akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Waralaba McDonald’s sering kali dimiliki dan dioperasikan secara lokal. CEO-nya, Chris Kempczinski, sebelumnya mengatakan perang di Gaza merugikan bisnisnya.
Awal tahun ini, perusahaan tersebut mengumumkan target penjualan kuartal pertama yang meleset dalam hampir empat tahun, karena lemahnya pertumbuhan penjualan di divisi bisnis internasionalnya dan sebagian karena perang di Timur Tengah dan kampanye boikot terhadap beberapa produk Barat (Yahudi).
Merek-merek lain seperti jaringan kopi Starbucks yang berbasis di Seattle termasuk di antara merek-merek lain yang bisnisnya terkena dampak setelah dimulainya operasi militer selama enam bulan di Gaza.
AlShaya Group, raksasa ritel Teluk yang memiliki hak untuk mengoperasikan bisnis Starbucks di Timur Tengah dilaporkan berencana memberhentikan lebih dari 2.000 orang karyawannya di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA), karena operasi militer tersebut terkena dampak boikot dari konsumen terkait dengan perang di Gaza, demikian menurut laporan Reuters bulan lalu, mengutip pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut.
Zionis penjajah telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas 7 Oktober 2023 lalu. Menurut penjajah serangan Hamas itu menewaskan hampir 1.200 orang di pihaknya.
Perang di Gaza telah menyebabkan 85% penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah krisis makanan, air bersih dan obat-obatan. Sementara menurut PBB, 60% infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur.
Mahkamah Internasional (ICJ) menyebut Zionis “Israel” telah melakukan genosida (pembantaian/pembersihan) terhadap warga Gaza. Keputusan sementara Mahkamah Internasional pada Januari lalu menuntut pihak penjajah agar menghentikan tindakan genosida untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan telah diterima oleh warga sipil di Gaza.
Namun serangan terus berlanjut Sementara pengiriman bantuan masih belum cukup untuk mengatasi bencana kemanusiaan, meskipun Zionis penjajah mengatakan pada Jumat (5/4) bahwa pihaknya akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza ketika mereka (Zionis “Israel”) menghadapi ancaman isolasi dari komunitas internasional setelah kematian tujuh pekerja kemanusiaan asing di Gaza awal pekan ini. (mus)