Pesawat Tempurnya Dialihkan ke Ukraina, Rusia Gagal Hentikan Serangan Pejuang Suriah di Aleppo

Kelompok pejuang Suriah menguasai puluhan kota, desa dan bandara internasional Aleppo, selain wilayah strategis, dan sepenuhnya mengendalikan provinsi Idlib, bergerak ke Provinsi Hama. (Foto: AP/Ghaith Alsayed)

SALAM-ONLINE.COM: Rusia sedang berjuang untuk menahan laju serangan kelompok oposisi Suriah di Aleppo, saat para pejuang itu membuat kemajuan pesat menuju pusat kota.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada Jumat (29/11/2024) bahwa Moskow memandang serangan itu sebagai pelanggaran kedaulatan Suriah dan mengharapkan rezim Basyar Asad untuk memulihkan ketertiban sesegera mungkin.

Secara khusus Peskov tidak mengumumkan rencana Rusia untuk de-eskalasi atau mengisyaratkan bahwa Moskow akan turun tangan secara paksa untuk mendukung pasukan rezim Suriah, seperti yang telah dilakukannya di masa lalu.

Sumber keamanan Turki mengatakan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa Rusia lambat merespons perkembangan di lapangan karena telah merelokasi sebagian besar aset udaranya ke Ukraina untuk memperkuat serangan militernya di sana.

Hal ini menyebabkan pasukan yang lebih kecil di Suriah tidak cukup untuk secara efektif melawan serangan yang dipimpin oleh kelompok Hay’at Tahrir al-Syam (HTS), yang dimulai pada Rabu (27/11) lalu.

Omer Ozkizilcik, seorang peneliti senior di lembaga pemikir Atlantic Council, mengatakan bahwa meskipun Rusia berupaya untuk menahan serangan dengan menargetkan lokasi tertentu di Idlib dan wilayah lain di Suriah barat laut, namun upayanya tidak cukup untuk menghentikan serangan.

“Kita mungkin menyaksikan keterbatasan militer Rusia,” katanya. “Kinerja Rusia selama dua hari menunjukkan bahwa sebagian besar kemampuan angkatan udaranya telah dikerahkan kembali ke Ukraina.”

Ozkizilcik menunjukkan bahwa citra satelit dari pangkalan udara Hmeimim Rusia di provinsi Latakia, Suriah barat laut menunjukkan pengurangan dramatis dalam kehadiran angkatan udaranya dibandingkan dengan tahun 2019.

“Laporan dari sumber lokal tentang aktivitas udara menunjukkan bahwa Rusia terutama menggunakan model jet tempur yang lebih tua,” tambahnya.

Sementara hubungan antara Turki dan Rusia telah memanas baru-baru ini. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengkritik Ankara awal bulan ini karena memasok pesawat nirawak ke Ukraina yang telah menewaskan tentara Rusia.

Meskipun Turki tidak terlibat langsung dalam serangan kelompok pejuang Suriah, Ankara nampaknya mendukung operasi tersebut.

Serangan rezim Suriah sebelumnya di wilayah yang dikuasai pejuang oposisi telah menyebabkan warga sipil mengungsi ke perbatasan Turki.

Ozkizilcik menyoroti bahwa Angkatan Udara Rusia mengebom pangkalan milik koalisi kelompok perlawanan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki. Pangkalan tersebut terletak di “zona aman” yang dikuasai Turki, sehingga Ozkizilcik menggambarkan serangan tersebut sebagai pesan langsung ke Ankara.

Keterlibatan Turki

Baca Juga

Sejak itu, HTS dan kelompok sekutunya telah membuat kemajuan signifikan, merebut sebagian besar wilayah dan dengan cepat maju ke pinggiran kota Aleppo.

Beberapa kelompok pejuang yang berafiliasi dengan SNA yang didukung Turki telah bergabung dalam operasi tersebut, meskipun sebagian besar pasukan tersebut sejauh ini masih menahan diri untuk tidak terlibat.

Sumber keamanan Turki mengatakan kepada MEE pada Kamis (28/11) bahwa operasi tersebut bertujuan untuk memulihkan batas-batas “zona de-eskalasi” Idlib, yang awalnya disetujui pada tahun 2019 oleh Rusia, Turki dan Iran.

Cara pejuang Suriah melakukan operasi—secara bersamaan menerobos wilayah yang dikuasai rezim di beberapa daerah—dan tingkat organisasi menunjukkan bahwa pasukan keamanan Turki mungkin telah membantu dalam tahap perencanaan.

Anton Mardasov, seorang analis di Middle East Institute (MEI), mengatakan tidak ada keraguan di Rusia bahwa serangan yang dipimpin HTS didukung oleh Turki, dengan mengutip pasokan amunisi yang cepat dan koordinasi dengan pasukan SNA yang didukung Turki.

Ia juga mencatat bahwa pelatihan untuk pesawat nirawak (tanpa awak) FPV yang banyak digunakan oleh pejuang Suriah dalam serangan mereka, dilakukan di daerah yang dikuasai Turki pada musim panas lalu.

“Kemungkinan besar operator pesawat nirawak terlibat dalam operasi dari Idlib, karena HTS memiliki pengalaman terbatas dengan pesawat nirawak FPV,” kata Mardasov.

“Ini seharusnya menjadi pengingat yang jelas bagi Asad tentang kemampuannya yang sebenarnya, karena kekuasaannya hanya bertahan berkat Rusia, Iran dan “Hizbullah”—yang semuanya saat ini disibukkan oleh masing-masing mereka sendiri dalam perang lainnya. Asad, pada kenyataannya, telah dua kali menolak tawaran Ankara untuk menormalisasi hubungan.”

Mardasov menambahkan bahwa Angkatan Udara Rusia terutama mengandalkan intelijen rezim Suriah yang lemah untuk mengidentifikasi target dalam upaya menghentikan serangan.

Ia menunjukkan bahwa sebagian besar unit tentara rezim Suriah baru-baru ini lebih fokus pada perdagangan dan perpajakan daripada operasi militer. Mereka tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk peperangan modern.

“Dalam beberapa tahun terakhir, Suriah telah menjadi tujuan bagi Moskow untuk mengirim jenderal-jenderal yang tidak efektif, banyak di antaranya melakukan kesalahan serius dalam mengelola pasukan di Ukraina,” katanya.

“Meskipun terlibat di Ukraina, Rusia dapat mengerahkan beberapa unit penerbangan tempur ke Suriah, tetapi ini tidak akan banyak berpengaruh tanpa pertahanan terorganisasi di darat, diikuti oleh serangan balik.”

Jika perlawanan kelompok Mujahidin Suriah terus berhasil, Mardasov yakin akan ada kerugian reputasi yang signifikan bagi Rusia.

Ia memperkirakan bahwa Moskow pada akhirnya akan mengambil tindakan, mungkin melibatkan Africa Corps, penerus Wagner Group yang merupakan kelompok paramiliter. Tetapi, menurut Mardasov, untuk mewujudkan hal ini butuh waktu. (S)

Baca Juga