Pemerintahan Transisi Menuntut Pencabutan Sanksi terhadap Suriah

Perdana Menteri Pemerintahan Transisi Suriah, Mohammad Al-Bashir

SALAM-ONLINE.COM: Sejak dimulainya revolusi Suriah di tahun 2011, rezim Basyar Asad terkena sanksi internasional yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Perang yang telah menelan korban lebih dari setengah juta korban jiwa itu membuat dunia internasional geram dan menjatuhkan sanksi embargo ekonomi.

Pada Agustus 2011, Amerika Serikat memberlakukan embargo terhadap sektor minyak, membekukan aset keuangan sejumlah tokoh, serta aset keuangan negara Suriah sendiri. Selain itu, Amerika Serikat melarang ekspor barang dan jasa yang berasal dari wilayah Amerika Serikat atau dari perusahaan atau orang dari Amerika Serikat ke Suriah.

Larangan ini berlaku untuk produk apa pun yang setidaknya 10 persen nilainya berasal dari Amerika Serikat atau warga negaranya. Langkah ini mempunyai dampak yang luas terhadap penduduk Suriah dan terhadap harga komoditas pokok serta produk medis.

Sementara pada September 2011, Uni Eropa juga menerapkan embargo terhadap sektor minyak Suriah. Embargo ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap perekonomian Suriah melalui pentingnya ekspor minyak ke Uni Eropa untuk Suriah sebelum perang, yang berjumlah sekitar 20% dari PDB (Produk Domestik Bruto).

Pemimpin Pembebasan Suriah, Ahmad Al-Sharaa menyatakan bahwa sanksi dijatuhkan pada Suriah karena Asad. “Dan dia (Asad) sudah tidak ada lagi,” kata Al-Sharaa.

“Sanksi yang dikenakan terhadap Suriah selama berkuasanya rezim Asad harus dicabut,” tegas Al-Shara yang juga mendesak pemerintah Barat, seperti Amerika Serikat, untuk menghapus Hay’at Tahrir Asy-Syam dari daftar teroris sehingga Suriah dapat dibangun kembali.

Baca Juga

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Kaya Kallas menegaskan pada Ahad (15/12) bahwa blok tersebut (AS dan Uni Eropa) tidak akan mencabut sanksi yang dikenakan terhadap Suriah saat ini.

Sebagian besar pemerintah Uni Eropa menyambut baik jatuhnya Asad. Namun mereka masih mengkaji kemampuan mereka untuk bekerja sama dengan pejuang oposisi, termasuk Hay’at Tahrir Asy-Syam.

Para diplomat Barat mengatakan mereka ingin melihat pendekatan kelompok tersebut terhadap proses transisi sebelum mengambil keputusan besar, seperti mencabut sanksi dan menghapus Hay’at Tahrir Asy-Syam dari daftar “teroris”, hingga pada akhirnya memberikan dukungan finansial kepada Suriah.

Sementara itu, Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, hari ini, Selasa (17/12) mengatakan bahwa ia mendukung pencabutan sanksi terhadap Hay’at Tahrir Asy-Syam melalui “proses yang terorganisir”.

Hay’at Tahrir Asy-Syam sebelumnya dikaitkan dengan kelompok teroris, seperti Al-Qaidah. Itulah sebabnya Amerika Serikat mengklasifikasikannya sebagai organisasi “teroris”. Dan Inggris juga menganggapnya sebagai “organisasi teroris terlarang”. (ah)

Sumber: Al Arabiya

Baca Juga