JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua MUI Bidang Hukum dan Perundang-undangan Prof Dr Muhammad Baharun, meminta Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Timur Pradopo untuk segera mengusut tuntas kasus pembubaran pengajian peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Masjid Nurul Hidayah, Handel Dutoi, Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Polisi sudah melakukan langkah-langkah represif,” ujar Baharun kepada Republika, saat menerima pengaduan warga Masjid Nurul Hidayah Kapuas di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Baharun menegaskan, pembubaran paksa yang dilakukan polisi atas pengajian Peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Masjid Nurul Hidayah Kapuas itu mencerminkan sikap polisi yang arogan. “Padahal acara itu untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,” ujarnya.
Rektor Universitas Pasim Bandung ini meminta Kapolri Timur Pradopo untuk menindaklanjuti kasus ini agar umat Islam di Kapuas tenang saat menggelar acara-acara keislaman.
Seperti diketahui, pada Sabtu (5/1/2013), Muniri selaku Ketua Panitia Peringatan Maulid Nabi Muhammad menggelar acara tersebut dengan mengundang KH Abdullah Kholil dari Sampang, Jawa Timur. Namun, saat acara berlangsung polisi Kapuas yang dipimpin oleh Wakapolres Kapuas Kompol Ruslan Rasyid bersama beberapa anak buahnya membubarkan acara tersebut.
Atas dasar itu, Muniri mengadukan masalah ini ke MUI Kapuas yang juga ditembuskan ke MUI Kalimantan Tengah (Kalteng), juga kepada PBNU, PP Muhammadiyah, dan sejumlah ormas Islam. Surat yang ditandatangani sejumlah ormas Islam itu juga ditujukan ke Kapolri, Kompolnas, Komisi I DPR RI, dan KPU.
Menurut Muniri, saat kejadian itu, Wakapolres Kapuas meminta acara dihentikan. Alasannya acara tersebut bermuatan politis. Namun, hal itu dibantah oleh Muniri. “Itu jelas tidak benar,” ujarnya.
Muniri meminta kasus ini diusut tuntas karena diduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja membuat kerusuhan dengan membubarkan pengajian Peringatan Maulid Nabi itu. Sampai saat ini, Wakapolres Kapuas Kompol Ruslan Rasyid belum bisa dikonfirmasi.
Sementara itu, Sekretaris PP Muhammadiyah Dr Abdul Mu’ti, M.Ed, menegaskan tindakan polisi di Kapuas itu mencederai Undang-Undang. Bahkan, atas tindakannya yang represif, polisi dinilai bisa memicu gesekan di masyarakat.
Mu’ti menilai apa yang dilakukan polisi dengan membubarkan pengajian tidak dapat diterima. Terlebih kalau alasan pembubaran pengajian tersebut tidak jelas.
Sebab, berdasarkan UU, polisi tidak boleh membubarkan kegiatan masyarakat sepanjang tidak mengganggu ketertiban dan keamanan. Bahkan, sudah menjadi hak masyarakat untuk berkumpul dan berserikat.
“Polisi harusnya berhati-hati bertindak agar tidak muncul gesekan dan kekerasan di masyarakat,” kata Abdul Mu’ti seperti dikutip Republika, Rabu (9/1/2013).
Mu’ti menambahkan, kalaupun tuduhan polisi benar bahwa pengajian itu bermuatan politis, maka polisi harus menyampaikan bukti-bukti, bukan sekadar membubarkan. Polisi harusnya mendalami isi dari materi pengajian yang disampaikan. Terlebih pengajian tersebut dilaksanakan di tempat yang seharusnya seperti masjid.
“Kalau di masjid, tidak perlu pemberitahuan dan tidak boleh dibubarkan,” tegas Mu’ti (ROL)–salam-online