Berkasih Sayang dalam Perspektif Islam
SALAM-ONLINE: Pengaruh hedonisme yang ada di Indonesia, sepertinya masih belum bisa lepas dari pola pikir sebagian besar masyarakat, terutama di metropolitan.
Perilaku konsumtif dan gaya hidup yang gemar berfoya-foya kadang membuat kita tak henti mengelus dada maupun menggelengkan kepala. Termasuk perayaan valentine yang masih menjangkiti kawula muda di kalangan Umat.
Perayaan valentine seakan sudah menjadi ritual tradisi yang amat sayang untuk dilewatkan. Bahkan belum lepas dari ingatan kita mengenai perayaan valentine yang disambut dengan ratusan paket kondom di beberapa minimarket di sebagian pelosok ibukota.
Prespektif valentine sebagai hari berkasih sayang menjadikan berbagai pihak ikut memanfaatkan momen ini, terutama dari segi bisnis. Padahal sudah jelas perayaan ini telah difatwakan haram oleh Ulama dan dianggap sebagai virus yang berpotensi merusak akidah umat.
Valentine acapkali digadang-gadangkan sebagai hari kasih sayang sedunia. Stigma ini dilandaskan pada background historis hukuman penggal Saint Valentino. Saint Valentino ketika itu memperbolehkan hubungan cinta antara tentara kerajaan romawi dengan kekasihnya, namun hal itu menjadi larangan kaisar bagi semua bala tentara.
Atas ‘pembangkangan’ inilah, maka pendeta tersebut dipenggal oleh kaisar. Background historis inilah yang menjadi rujukan hari kasih sayang bagi para pengusung valentine di dunia barat. Lalu bagaimana umat Islam merujuk valentine sebagai hari kasih sayang?
Kasih sayang dalam Islam amatlah luas. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi.” Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, semua kami mengasihi.”
Bersabda Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia),” (HR Ath-Thabrani).
Kasih sayang dalam sudut pandang Islam tak pernah terbatas dalam perayaan/seremonial belaka. Seorang Muslim secara tidak langsung telah berkasih sayang di setiap ucapan salamnya. Bahkan Rasulullah adalah sebaik-baik teladan kita dalam berkasih sayang, dimana hingga di penghujung ajal beliau masih menyayangi kita dengan berujar, “Ummati, ummati, ummati (umatku, umatku, umatku)…”
Maka, bila ada seorang Muslim mempunyai perspektif Valentine sebagai Seremonial Berkasih sayang antar manusia, itu bisa dibilang sebagai perspektif yang sempit dan ketinggalan zaman, karena, Islam sudah jauh-jauh mengajarkan praktik berkasih sayang.
Jelas, Islam tidak melarang berkasih sayang. Islam hanya menunjukkan tata cara berkasih sayang yang sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan Sunnah kepada Umatnya agar tak menjadi sekumpulan kaum yang berkasih sayang seperti termaktub dalam Kitabullah:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya…,” (QS Al-Mujadilah: 22).
Achmad P. Nugroho
Politeknik Negeri Jakarta – LAPMI HMI Cabang Depok