Tentara Sebarkan Pamflet untuk Massa Pro Mursi, Jelang Pembantaian Lanjutan?
KAIRO (SALAM-ONLINE): Rezim palsu produk kudeta militer di Mesir yang dipimpin Jenderal As-Sisi memberikan mandat penuh kepada aparat keamanan untuk mengupayakan penghentian aksi duduk yang dilakukan massa pro Mursi. Akibatnya, aksi brutal, termasuk penembakan oleh aparat keamanan telah menyebabkan kemarahan dunia internasional dan aktivis hak asasi manusia. Para aktivis hak asasi menjuluki tindakan tersebut sebagai “resep untuk menciptakan bencana”.
“Pihak keamanan Mesir selama ini dikenal melakukan tindakan berlebihan dan menggunakan senjata yang mematikan dalam menangani demonstran. Maka mandat terakhir ini kepastian akan terjadinya penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan dalam waktu ke depan,” kata Hassiba Hadj Sahraoui, Deputy Director dari Middle East and North Africa at Amnesty International, dalam sebuah press release yang dikeluarkan oleh situs Amnesty Internasional, Sabtu (3/8/2013).
“Otoritas Mesir termasuk pihak keamanan seharusnya melakukan pendekatan persuasif dan menghindari penggunaan senjata dan mengikuti prosedur yang direkomendasikan oleh standar internasional,” lanjut release itu.
Sementara itu dalam pernyataannya di stasiun televisi lokal, rezim kudeta Mesir menyatakan bahwa pendudukan (aksi duduk, red) oleh massa pro Mursi merupakan ancaman terhadap keamanan nasional. Karenanya, rezim kudeta memberi perintah pada Menteri Dalam Negeri untuk segera mengakhiri aksi ini, namun tidak memberikan batas waktu yang jelas.
“Aparat keamanan seharusnya tidak menggunakan senjata api kecuali terancam jiwanya atau mengalami luka serius,” kata Hassiba Hadj Sahraoui.
Sebuah organisasi yang menjadi payung umat Islam di Amerika Utara mengutuk penggunaan kekerasan oleh pihak militer untuk menangani aksi protes yang berjalan damai dan tanpa senjata. “The Islamic Society of North America (ISNA) sangat menyesalkan terbunuhnya para demonstran oleh aparat keamanan Mesir,” kata pejabat ISNA kepada OnIslam.net.
“Sikap kami adalah menentang setiap pelanggaran hak asasi manusia terkait dengan hak warga untuk melakukan protes dan menyatakan pendapat mereka secara damai. Maka kami tidak dapat menerima pembunuhan orang yang tak berdosa,” tambahnya.
Sementara itu, The Council on American-Islamic Relations (CAIR) juga menerbitkan pernyataan beberapa beberapa waktu lalu. CAIR mengutuk kekerasan yang digunakan militer dalam menangani massa pro Mursi. Pengumuman Menteri Dalam Negeri ad-interim untuk membolehkan penggunaan senjata dan menembak demonstran rakyat pendukung Mursi yang tidak bersedia menghentikan aksi duduknya di jalan menuai banyak kritik dan kemarahan berbagai pihak.
Aksi damai pro Mursi yang dihadapi dengan kekerasan oleh aparat, memunculkan keprihatinan internasional karena pihak militer bertekad menggunakan kekuatan untuk menghancurkan gerakan Islam yang selama beberapa dekade berusaha meraih kekuasaan dan berujung pada penggulingan Presiden Hosni Mubarak beberapa waktu lalu. Kini pihak militer menganulir hasil pemilu yang telah mengantarkan Presiden usungan Ikhwanul Muslimin tersebut karena dianggap menghalangi upaya militer memerangi “terorisme”.
Untuk meredam kemarahan internasional, militer Mesir memberikan ultimatum dengan cara menyebarkan pamflet dari udara kepada para demonstran pendukung Mursi di dekat masjid Rabi’ah Al Adawiyah. Pamflet tersebut berisi himbauan kepada para demonstran untuk tidak meneruskan aksinya dan memperingatkan mereka agar tidak mendekati fasilitas militer.
“Warga negara yang terhormat…,” begitulah awal dari isi pamflet tersebut sebagaimana disebutkan oleh saksi mata yang berlarian di jalanan dan bersembunyi di sela-sela bangunan yang terbakar.
“Angkatan bersenjata Mesir saat ini sedang bekerja serius untuk menghindari hal ini terjadi pada Anda dan pada yang lainnya. Kami meminta Anda jangan mendekati fasilitas militer. Bantu kami dengan menjaga keamanan diri Anda sendiri. Jangan biarkan orang lain menekan Anda untuk melakukan kekerasan dan sabotase tanpa alasan. Suara Anda sudah cukup,” demikian isi pamflet itu selanjutnya.
“Kami menyeru kepada setiap orang untuk kooperatif dan merespon seruan angkatan bersenjata ini dan bersama menjaga stabilitas negara. Biarkan suara Anda saja yang menyuarakan opini Anda. Jangan ada kekerasan, sabotase dan jangan ada pertumpahan darah,” bunyi terusan pamflet itu lagi–padahal pihak aparatlah yang melakukan kekerasan dan menumpahkan darah rakyat.
Bagaimana respon para demonstran? Akankah himbauan “persuasif” lewat pamflet ini berhasil menghentikan aksi protes rakyat Mesir? Atau hanya basa basi sebagai pengantar menjelang pembantaian yang lebih brutal dan biadab lagi? Kita lihat saja nanti. (Abu Akmal/salam-online)