BANDUNG (SALAM-ONLINE): Inilah buntut dari kesalahan fatal Harian Umum Republika yang memberitakan (16/11) Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan turut menghadiri dan memberikan sambutan pada perayaan hari Asyura penganut Syiah, Kamis, 14 November lalu, di Yayasan Muthahhari, Bandung.
Belasan orang yang merupakan perwakilan dari sejumlah ormas Islam menyambangi kantor Republika Jawa Barat di jl. Mangga No 37 Bandung, Rabu (27/11) siang. Ormas Islam perwakilan Jawa Barat itu terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jabar, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), FPI (Front Pembela Islam), Al-Irsyad, Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami (HASMI), Pemuda Persis, Komunitas Dakwah dan Sosial (KODAS), Gerakan Islam Reformis (GARIS), dan beberapa elemen Islam lainnya seperti DKM Al-Furqan, Cimahi.
Perwakilan ormas-ormas Islam itu mengunjungi kantor Republika perwakilan Jabar dalam rangka silaturahim dan audensi terhadap perkembangan media cetak tersebut, terutama terkait berita dusta yang menyebut orang nomor satu Jabar hadir di acara Asyura Syiah yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahlul Bait Indonesia (IJABI).
Meskipun berita tidak benar itu diralat dan Republika memohon maaf, namun sejumlah ormas Islam merasa perlu untuk sowan ke Republika perwakilan Jabar untuk lebih memperjelas posisi dan keberpihakannya kepada Islam, termasuk jelas dan tegas terhadap aliran-aliran sesat, karena Republika lahir dari rahim umat Islam.
Sejumlah ormas tersebut langsung diterima dan disambut dengan hangat oleh Kepala Perwakilan Republika Jawa Barat Rachmat Santosa Basarah di ruangan rapatnya. Sekjen DDII Jabar Ustadz Muhammad Roin Nurbalad yang juga sebagai ketua rombongan mengawali acara audensi. Ia mengingatkan cikal bakal lahirnya media cetak Republika diawali atas dasar semangat umat Islam dan ini menjadi suatu kebanggaan kaum Muslimin.
Namun, menurut Ustadz Roin, pada dekade berikutnya terlihat gejolak yang berbeda dalam tubuh Republika. Sebut misalnya, tidak imbangnya pemberitaan, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang sudah menjadi prinsip bagi umat Islam, di antaranya adalah isu-isu yang berkaitan dengan pemahaman ajaran sesat seperti Ahmadiyah dan Syiah. “Padahal Majelis Ulama Indonesia sudah tegas menyatakan sesat,” ujarnya.
Osa, sapaan akrab kepala Perwakilan Republika Jabar langsung menanggapi pernyataan Ustadz Roin. “Sampai saat ini tidak ada perubahan terhadap visi dan misi Republika sebagai medianya umat Islam,” tegasnya. Tanpa disinggung oleh peserta audensi Osa pun langsung menyatakan permintaan maaf atas pemberitaan yang tidak benar dan kesalahan yang fatal itu, karena menyebut Pejabat Publik Jabar 1 hadir pada acara Asyura Syiah beberapa waktu lalu.
Sementara Ustadz Abdul Hadi dari FUUI mengatakan bahwa Republika hari ini sedang “sakit”, karena itu harus diobati. Dengan mengangkat pemberitaan acara Asyura Syiah yang dihadiri oleh Gubernur Jabar tersebut, ujarnya, itu benar-benar telah melukai hati para ulama dan umat Islam secara keseluruhan.
“Sebab dengan munculnya berita tersebut seakan-akan Syiah menjadi salah satu bagian dari umat Islam,” sesalnya. “Padahal, Syiah adalah musuh Umat Islam dan yang akan mengancam keutuhan NKRI. Inilah indikasi sakitnya Republika yang katanya sebagai corong umat Islam, tetapi malah memberitakan keberadaan dan eksistensi Musuh Islam tersebut,” kata Ustadz Hadi.
Masih menurut ustadz yang bersuara bariton itu, Republika harus segera membuang “Penyakit-penyakit” yang ada dalam tubuhnya—baik dari karyawannya maupun para wartawannya. “Segera keluarkan penyakit dari Republika, atau Republika yang akan dikeluarkan dari hati-hati umat Islam,” tegas Ustadz Abdul Hadi dengan lantang.
Dari Pemuda Persis Jabar, Ustadz Syarif Hidayat mengajukan permohonan agar Republika menyediakan satu kolom untuk ormas Islam dalam menginformasikan kegiatan ke-Islaman. Hal ini penting agar umat Islam yang diwakili oleh berbagai ormas tersebut merasa yakin bahwa Republika betul-betul milik umat Islam.
Ketika ditanya oleh salah satu wartawan Radio dakwah Fajri 1458 AM Bandung, bagaimana bisa terjadi sekaliber Republika berani memberitakan sebuah berita tanpa fakta dan data, Osa menyanggah. Ia mengatakan, di Republika dalam mengangkat satu pemberitaan melalui proses yang panjang. Mulai dari reporter beralih ke tim editor sampai redaktur pelaksana.
Artinya, pemberitaan tentang acara Asyura Syiah yang menyebut dihadiri oleh Gubernur Jabar tersebut telah disortir dan diedit, namun sekali lagi, dia pun meminta maaf serta menyadari berita yang masuk adalah “busuk” dan sampai dikeluarkannya pun tetap busuk, dan ini pun menjadi peringatan bagi wartawan yang menaikkan berita seperti itu. Jadi, meski melalui proses panjang, tapi bisa disebut Republika tidak akurat dan tidak cermat, sehingga meloloskan berita dusta. Lalu, bagaimana tindakan terhadap reporter dan redaktur yang melaporkan dan meloloskan berita tidak benar tersebut?
Senada dengan hal itu, Ustadz Agung Ketua FPI Jabar juga mengharapkan pemberitaan Republika agar obyektif. “Jangan sampai FPI diberitakan sebagai ormas anarkis, sementara kegiatan FPI lainnya yang bersifat sosial, tak diberitakan,” ujarnya.
Ustadz Rifki dari Al-Irsyad mengingatkan kepada Republika. “Republika harus menjadi media partner bagi umat Islam,” harapnya.
Mengambil isitilah yang disampaikan salah seorang perwakilan DKM Al-Furqan Cimahi, bahwa Republika jangan seperti “Jual Onta cap Babi, tapi Jual Onta cap Onta”, kontan saja para peserta audensi tersenyum geli mendengar ungkapan tersebut sembari membubarkan diri dan melaksanakan shalat ashar berjamaah di Kantor Republika perwakilan Jawa Barat. (Miftah/Fajri 1458 AM Bandung/salam-online)