‘3 Jam Melawan Liberal’: Menyoal Pekerja Muslim yang Dipaksa Pakai Atribut Natal
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Setelah sukses menggelar program ‘3 Jam Melawan Liberal’ Vol. 1 pada 22 September 2013 lalu, Anti Liberal Movement (ALiM) kembali menyelenggarakan ‘3 Jam Melawan Liberal’ untuk Vol. 2 dengan tema: ‘Simbol Agama dan Pluralisme’.
Acara ini akan diselenggarakan pada Sabtu, 21 Desember 2013, pukul 9.00 – 11.40 WIB di Masjid Arif Rahman Hakim (ARH) Universitas Indonesia, Jl Salemba Raya No 4 Jakarta Pusat. Tampil sebagai pembicara: Munarman, SH (Direktur An Nashr Institute) dan Ustadz Wijaya Rahmat (Yayasan Baitul Maqdis).
Menurut Koordinator AliM, Danu A. Erlangga, dalam rilis yang diterima redaksi salam-online, Senin (16/12), tema kali ini dilatarbelakangi semakin maraknya penggunaan simbol-simbol perayaan Natal dan Tahun Baru oleh para pekerja Muslim dengan atribut tambahan dari pakaian kerja mereka selama Natal dan Tahun Baru tersebut.
Bukan hanya itu, pusat perbelanjaan di kota-kota besar hingga stasiun televisi juga sangat marak menggunakan atribut-atribut perayaan Natal dan Tahun Baru yang merupakan bentuk perayaan dari agama Kristen. Padahal seperti kita ketahui, penduduk Indonesia mayoritasnya adalah Muslim yang setara dengan kurang lebih 87%, namun perayaan dan atribut agama minoritas sangat marak di negeri ini.
Ini bertolak-belakang dengan kondisi di negara yang masyarakatnya mayoritas Kristen, justru perayaan-perayaan yang diadakan para pemeluk Islam yang menjadi minoritas sangat terbatas bahkan “sepertinya” memang dibatasi.
Anehnya, kesan yang beredar di dunia barat terhadap Muslim di Indonesia tetap saja intoleransi, pelanggar hak-hak asasi manusia dan propaganda negatif lainnya. Sementara realitas yang ditemukan di negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika, umat Islam tidak bisa merayakan hari-hari rayanya sebagaimana mereka yang penganut Kristen di Indonesia. Tidakkah lontaran intoleransi seharusnya dialamatkan kepada negara Barat?
Para pekerja Muslim yang menggunakan atribut natal dan tahun baru tentunya tidak mempunyai pilihan lain kecuali ikut mematuhi program pemasaran perusahaannya yang di dalamnya terdapat penggunaan atribut-atribut agama yang tentu tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan akidah mereka sebagai seorang Muslim. Jika mengucapkan selamat natal dan tahun baru saja dilarang serta diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia, apalagi menggunakan atribut natal dan tahun baru yang merupakan simbol-simbol agama selain Islam.
Bukan hanya itu, kalangan remaja sendiri secara tidak sadar sering kita lihat menggunakan atribut-atribut perhiasan seperti kalung, giwang, gelang ataupun hiasan-hiasan lainnya yang berbentuk salib, bangunan gereja, pohon natal, telur paskah, dewa-dewa, cakra yang sebenarnya merupakan simbol-simbol agama di luar Islam, padahal mayoritas dari mereka adalah Muslim.
Itu sebabnya ALiM merasa sangat perlu untuk mengangkat permasalahan di atas ke permukaan agar menjadi pemicu kesadaran bagi Generasi Muda Islam untuk tidak sembarangan menggunakan simbol-simbol sebagai perhiasan yang tanpa disadari telah mereka anggap sebagai satu hal yang biasa.
‘3 Jam Melawan Liberal’ Vol. 2 kali ini akan membahas tentang permasalahan di atas, baik dari sisi Pluralisme maupun sisi hukumnya seperti apakah para pekerja Muslim dapat menolak jika kebijakan perusahaan meminta mereka untuk menggunakan atribut-atribut Natal dan Tahun Baru? Adakah hal itu akan berakibat kepada diputusnya hubungan kerja mereka atau PHK? Dari sisi akidah kita akan mengetahui apakah penggunaan simbol-simbol agama lain itu dibolehkan? Apa risikonya dari sisi Islam?
Di luar itu semua, ALiM berharap bahwa kajian juga dapat membantu mereka memahami kenapa hal itu dilarang dalam Islam serta menguatkan diri mereka untuk lebih tangguh dan tegar dalam mempertahankan keimanan sehingga tidak terjebak dalam jargon “toleransi” yang salah kaprah.