Muhaimin Iqbal: ‘Yahudi Miskinkan Umat Islam Lewat Mata Uang’
PEKANBARU (SALAM-ONLINE): Dalam Tabligh Akbar Ekonomi Islam dengan tema “Tipu Daya Uang Kertas dan Solusi Ekonomi Islam”, Muhaimin Iqbal, founder Gerai Dinar mengungkapkan, saat ini umat Islam di dunia telah “dimiskinkan” oleh sistem Yahudi, di antaranya melalui pengendalian mata uang.
“Strategi Yahudi salah satunya adalah membuat seluruh orang di dunia harus miskin. Tapi dia mengizinkan satu dua orang super kaya. Kenapa harus dimiskinkan? Karena orang miskin mudah dikendalikan. Dengan apa mereka miskinkan? Dengan cara pengendalian nilai uang,” ungkapnya dalam seminar di Masjid Agung Provinsi Riau, Ahad (9/3).
Muhaimin menjelaskan, dampak kemiskinan adalah menurunnya perkembangan fisik masyarakat.
“Rata-rata anak perempuan Indonesia tingginya kurang 7 cm dari seharusnya. Laki-laki Indonesia tingginya 5 cm kurang dari seharusnya. Mengapa? Karena tidak mampu membeli bahan makan yang berupa protein hewani,” katanya.
“Orang Indonesia rata-rata mengonsumsi hanya 11 kg/tahun/kapita. Rata-rata dunia adalah 46 kg/tahun/kapita,” jelas Muhaimin.
Ulama Riau yang juga pakar tafsir Al-Qur’an, Dr. Musthafa Umar, Lc, MA, menjelaskan strategi musuh di antaranya memang dengan uang kertas.
“Pada masa Rasulullah dahulu, uang yang digunakan adalah dinar, dirham. Ada nilai di dalamnya. Tetapi uang kertas tidak ada nilai di dalamnya.”
“Meskipun kita membahas tentang uang kertas, tetapi sebenarnya yang kita bahaskan ini adalah kaitannya dengan Islam, yaitu hilangnya nilai keadilan disebabkan harta benda jatuh ke tangan orang-orang yang tidak beriman,” lanjut alumnus jurusan tafsir Universitas Malaya, Malaysia ini.
Pembicara lainnya, Abdul Somad, Lc, MA. Ia menjelaskan, untuk membangkitkan kembali ekonomi umat Islam adalah dengan cara kembali ke mata uang dinar.
“Umat Islam kalau perekonomiannya ingin bangkit kembali, harus kembali ke mata uang dinar,” ujar alumnus Darul Hadits Al-Hassania Kerajaan Maroko ini.
Abdul Somad melanjutkan, umat juga mesti memiliki ilmu keislaman yang cukup untuk ber-muamalah, seperti yang pernah diterapkan pada masa Umar bin Khaththab.
“Pada masa Umar bin Khaththab, orang yang tidak paham tentang jual beli, tidak boleh menjual dan membeli. Si penjual paham fiqih muamalat, si pembeli juga paham. Nanti hasil dari interaksi itu, dikumpulkan berupa zakat dan diserahkan ke baitul maal,” jelasnya.
“Untuk mewujudkannya, harus ada 2 kekuatan. Dari atas, political will, yang mempunyai kekuatan politik. Sedangkan dari bawah, lewat dakwah.”
Tabligh Akbar Ekonomi Islam ini diselenggarakan oleh Tafaqquh Study Club, FSRMM, Universitas Islam Riau dan Bank Indonesia. (muhammad hidayat/hidayatullah.com)
salam-online