JAKARTA (SALAM-ONLINE): Sebagai calon pemimpin bangsa besar, Joko Widodo (Jokowi ) disarankan untuk tidak lagi melakukan pembohongan publik. Pernyataan ini disampaikan dosen Universitas HAMKA (UHAMKA), Jakarta, Alfian Tanjung, menanggapi polemik munculnya sebuah artikel berjudul “Revolusi Mental” di dua media nasional baru-baru ini.
“Dalam kasus ‘revolusi mental’ ini jelas sebuah pelacuran intelektual. Dengan kasus itu menunjukkan tidak adanya orisionalilas pada Jokowi,” demikian disampaikan Alfian Tanjung, sebagaimana dikutip hidayatullah.com, Selasa (13/5).
Menurut Alfian, Jokowi adalah calon pemimpin dari sebuah bangsa besar, Indonesia, tidak seharusnya melakukan ‘pembohongan’, apalagi mengeluarkan gagasan yang bukan miliknya di depan publik. Sebab itu sama halnya dengan pembohongan dan tidak sehat bagi bangsa ini.
Menurutnya, kasus pembohongan publik seperti ini tak boleh terus dilakukan Jokowi. Apalagi sebelum ini, ia dinilai melakukan pembohongan dalam beberapa kasus, termasuk Mobil ESEMKA yang diklaim produk lokal, padahal faktanya justru produk Cina.
Seperti diketahui, belum lama ini tulisan Capres PDIP Joko Widodo berjudul “Revolusi Mental” muncul dan dimuat di halaman opini Kompas (Hal. 6), Sabtu (10/5/2014), yang ternyata berujung polemik.
Pasalnya di saat yang sama tulisan ‘Revolusi Mental’ juga terpampang di media cetak Sindo, grup Jawapos dengan nama penulis seorang rohaniawan Katolik, Romo Antonius Benny Suserto yang dikenal sebagai sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).
Yang menarik, sempat muncul nama seorang wartawati Nanik S Deyang di akun Facebook-nya dengan memberi kesaksian bahwa selama yang ia kenal, Jokowi, jarang terlihat mengetik di laptop atau komputer apalagi artikel begitu panjang di media massa.
Kasus ini mencuat ke publik dan mempertanyakan orisinalitas pemikirian Jokowi.
Kasus makin memanas setelah diketahui, Romo Benny Susetyo ternyata Tim Sukses Jokowi. (hidayatullah.com)
salam-online