DENPASAR (SALAM-ONLINE): Ombudsman RI (ORI) Bali mencatat masih ada pelarangan jilbab bagi pelajar di provinsi itu. Padahal, peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan sudah mengharuskan sekolah untuk memfasilitasi penggunaan pakaian khas tersebut. Namun ORI menyayangkan, banyak pelajar yang menjadi korban pelarangan enggan melaporkan kasusnya.
Ketua ORI Bali Umar Ibnu Alkhotob menjelaskan, bungkamnya para pelajar tersebut membuat ORI sulit mengadvokasi mereka. “Kami menyayangkan masih adanya pelarangan itu dan pelajarnya enggan melapor,” kata Umar kepada Republika di Denpasar, Rabu (15/10).
Kasus dugaan penolakan jilbab di Bali kembali terjadi kepada seorang pelajar, Fitratunnisa. Siswi yang menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah 3 Denpasar itu mengeluh karena ditolak di jalur prestasi untuk masuk ke SMP Negeri di Denpasar. Padahal, Nisa—begitu dia disapa—adalah juara lomba pencak silat antarpelajar Provinsi Bali. Nilai akademik Nisa pun terbilang bagus.
Nisa memilih sekolah jenjang SMP tidak menggunakan jalur akademik. Lewat prestasinya sebagai juara pencak silat, dia optimis diterima di sekolah negeri. “Nggak tahu apa sebabnya saya nggak diterima, mungkin karena foto di ijazah yang mengenakan jilbab,” kata Nisa.
Menanggapi kasus Fitratunnisa, Umar mengungkapkan, seharusnya siswi tersebut segera melaporkannya ke Ombudsman sehingga masalahnya cepat diselesaikan. “Sekarang kan sudah tengah semester, bagaimana kami mengadvokasi?” katanya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh meminta masyarakat melaporkan bila ada pihak sekolah yang melarang siswinya mengenakan jilbab. Menurutnya, mengenakan jilbab adalah masalah keyakinan dan bagian dari pelaksanaan agama.
Dia menjelaskan, sekolah harus memfasilitasi jika ada siswi yang ingin mengenakan jilbab. Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 menyatakan demikian.
Dia meminta masyarakat mencatat dan membuatkan laporannya secara detail, sekolah mana, daerah mana, dan tentunya nama siswi yang dilarang mengenakan jilbab.
Nuh mengatakan telah berikhtiar dengan menerbitkan peraturan menteri (permen) yang mengatur masalah pengenaan jilbab di sekolah. ”Sudah jelas bunyinya, sekolah tidak boleh melarang siswi berjilbab, asal warna seragamnya sama,” katanya.
Selain masalah seragam, ujarnya, Kemendikbud juga telah mengatur masalah guru agama di sekolah. Menurutnya, sekolah wajib menyediakan guru agama yang sesuai dengan keyakinan siswanya. Jika di sekolah Islam ada siswa beragama Kristen atau Hindu, sekolah wajib menyediakan guru agama sesuai keyakinan siswa. (ahmad baraas/a syalaby ichsan/RoL)
salam-online