JAKARTA (SALAM-ONLINE): Bom Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016 lalu dikaitkan dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB). Peristiwa yang disebut pula sebagai bom Sarinah itu terjadi di tengah proses pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kasus yang dituduhkan terhadap ABB terkait pelatihan “militer” di Jantho, Aceh, pada 2009.
Kecaman ABB ini disampaikan melalui salah seorang putranya, Abdul Rachim Ba’asyir. Abdul Rachim mengatakan, ayahnya sangat mengecam peristiwa bom Thamrin yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengklaim berafiliasi kepada ISIS itu.
“Ini ngawur sampai kejadiannya yang terbunuh adalah orang-orang yang tidak bersalah, apalagi mereka Muslim,” kata ABB seperti dikutip Abdul Rachim yang menyampaikannya kepada sejumlah wartawan, di Jakarta, Senin (18/4) malam, usai menjenguk ayahnya yang Sabtu (16/4) lalu dipindah dari LP Pasir Putih, Nusakambangan, ke LP Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Menurut Iim, demikian Abdul Rachim biasa disapa, ayahnya yang saat bom Thamrin itu terjadi sedang menjalani proses PK, sangat terkejut dan bereaksi amat keras ketika mendapat informasi serangan di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, itu. ABB, kata Iim, sesaat setelah mendengar kejadian itu, menolak dan mengecam keras aksi kekerasan tersebut.
“Bahkan beliau menyatakan, siapapun yang terlibat dalam peristiwa itu bukan hanya pelaku, harus membayar diyat dan kalau mereka tidak mampu mereka harus puasa kafarat karena mereka telah membunuh orang-orang yang tidak bersalah,” ungkap Iim mengutip perkataan ABB.
Diyat adalah sejumlah harta yang wajib diberikan oleh pihak pembunuh atau perusak anggota tubuh kepada pihak yang dibunuh atau dirusak anggota tubuhnya. Sementara kafarat adalah adalah denda bagi seseorang yang melanggar hukum Islam.
Iim dengan tegas memastikan bahwa ayahnya sama sekali tidak setuju dan tidak bisa dikait-kaitkan dengan insiden serangan teror Thamrin serta aksi kekerasan lainnya.
“Soal serangan Thamrin, saya bisa pastikan beliau tidak setuju dan tidak tahu menahu. Setelah beliau tahu serangan itu pun beliau sangat menolaknya,” ujar Iim memastikan.
Senada dengan Iim, pengacara ABB, Ahmad Michdan, menyebut kliennya sebagai sosok yang tidak suka dengan kekerasan.
“Seingat saya sebagai penasihat hukum beliau selama 16 tahun, Ustadz ABB bukan tipe orang yang suka dengan kekerasan,” ungkap Michdan.
Ia menyebut sejak Bom Bali I, Bom Bali 2, bahkan bom Marriot, kliennye dikait-kaitkan—meski pun sedang dalam penjara.
“Beliau ini tipikal orang yang tidak suka dengan kekerasan, tetapi beliau amat teguh dan kukuh soal akidah. Dan kalau tidak sesuai dengan syariah, beliau tak mau,” ujarnya.
Seperti diketahui bom Thamrin 14 Januari lalu menewaskan 8 orang. Beberapa pelaku disebut berhasil melarikan diri, namun 4 pelaku lainnya ikut tewas. Empat korban jiwa lainnya adalah 3 warga Indonesia, dan satu lagi warga negara asing. (s)