JAKARTA (SALAM-ONLINE): Aksi Bela Islam I, II, dan III yang digelar secara damai oleh umat Islam dari berbagai elemen dan daerah adalah bukti bahwa umat Islam bisa bersatu padu dalam membela agamanya ketika dihina dan dilecehkan.
Namun, belakangan ini yang sangat menonjol adalah adanya kriminalisasi Ulama. Menguatnya peran Ulama di tengah masyarakat dalam Aksi Bela Islam–yang bermula dari kasus penistaan Al-Qur’an surat Al Maidah 51–menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa kepentingannya terganggu.
Demikian terungkap dalam pertemuan Perhimpunan Donatur Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) di Jakarta pada Jumat (17/2) kemarin.
Tak pelak, tuduhan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang saat ini mengarah kepada Ketua GNPF-MUI KH Bachtiar Nasir dan aktivis dakwah yang juga Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS) itu mendapat protes dari Perhimpunan Donatur untuk Aksi Bela Islam tersebut.
Ketua Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam (KMKI), Raikaty Panyilie, yang mewakili perhimpunan donatur GNPF-MUI, memprotes keras upaya kriminalisasi tersebut. Ia menegaskan dana yang disumbangkan oleh para donatur untuk Aksi Bela Islam melalui GNPF-MUI itu diberikan dengan tulus ikhlas.
“Mereka langsung menyumbang, tanpa seruan, tanpa perintah dari siapa pun,” ungkap Raikaty kepada salam-online, di Apartement 1 (One) Park Residence, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (17/2) sore.
Raikaty menyatakan bahwa dirinya telah memasrahkan uang tersebut kepada GNPF-MUI. “Kami enggak terima kalo para ulama dikriminalisasi, kami memberikan uang dengan ikhlas, tanpa paksaan,” terangnya. Ditegaskannya, sumbangan tersebut secara spontanitas diberikan oleh para donatur untuk Aksi Bela Islam.
Seperti diketahui, Ketua GNPF-MUI Ustadz Bachtiar Nasir dan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS) Adnin Armas dipanggil Bareskrim Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kuasa Hukum Ketua YKUS, Abdullah Al Katiri, heran dana Aksi 411 dan 212 yang dihimpun melalui peminjaman rekening yayasan tersebut diusut sebagai perkara tindak pidana pencucian uang atau money laundring.
“Yang namanya money laundring itu artinya ada pencucian uang kotor. Sementara ini uang bersih. Kalau uang bersih apanya yang mau dicuci,” kata Al Katiri usai pemeriksaan Ketua YKUS, Adnin Armas sebagai saksi di Bareskrim Polri, Rabu (15/2) lalu.
Al Katiri menjelaskan, TPPU adalah uang kotor dari hasil seperti korupsi, kejahatan narkoba dan kejahatan lainnya. Sementara uang yang dihimpun GNPF-MUI dengan meminjam rekening yayasan adalah sumbangan dari umat Islam untuk Aksi 411 dan 212.
Maka, perkumpulan donatur GNPF-MUI itu pun bereaksi. Mereka menilai apa yang dilakukan aparat kepolisian kepada para ulama di GNPF-MUI itu adalah sebuah upaya kriminalisasi. Mereka menegaskan sama sekali tidak merasa dirugikan oleh siapa pun dengan mendonasikan dananya untuk Aksi Bela Islam melalui GNPF-MUI itu.
“Sama sekali nggak dirugikan,” jawab mereka serempak. (EZ/salam-online).