JAKARTA (SALAM-ONLINE): Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat suara mengenai aliran dana dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) ke Turki yang dituding untuk ISIS.
Menurut Wakil Presiden, hal itu tak masuk akal. “Sangat tidak logis apabila Indonesia membantu ISIS,” kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jumat (24/2/ 2017) sebagaimana dilansir Tempo.co.
Wakil Presiden menjelaskan tidak logisnya Indonesia membantu ISIS secara finansial karena ISIS sesungguhnya sudah terlampau kaya. Hal itu terlihat dari ditemukannya gudang minyak serta gudang uang mereka yang sudah dihancurkan.
“Saya yakin tidak ada gunanya membantu ISIS. Buat apa?” ujar Jusuf Kalla sambil terkekeh. Ia yakin, ISIS lebih kaya dari orang yang ingin membantu.
Sebagaimana telah diberitakan, Kepolisian menyelidiki peruntukan dana yang dikirimkan GNPF-MUI ke Turki. Penggunaan dana itu disebut berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Keadilan untuk Semua (Justice For All) lewat rekening yayasan tersebut.
Padahal, seperti sudah dibantah oleh tim pengacara GNPF-MUI, tidak ada dana GNPF yang didonasikan ke Turki, apalagi untuk ISIS. Dana hasil sumbangan umat Islam Indonesia ke GNPF-MUI yang masuk melalui rekening Yayasan Keadilan untuk Semua, murni dipergunakan untuk Aksi Damai Bela Islam, bahkan ada yang disalurkan untuk korban gempa Aceh.
Tuduhan pihak Kepolisian yang menduga aliran dana dari GNPF MUI itu berkaitan dengan aktivitas ISIS di Turki itu pun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, antara lain oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Hal itu mengacu pada sejumlah pemberitaan media asing tentang Suriah.
Wakil Presiden menjelaskan tidak logisnya Indonesia membantu ISIS secara finansial karena ISIS sesungguhnya sudah terlampau kaya. Hal itu terlihat dari ditemukannya gudang minyak serta gudang uang mereka yang sudah dihancurkan.
Sementara Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, menyesalkan tindakan polisi yang terkesan mencari-cari kesalahan terhadap ulama. Apalagi Ketua GNPF-MUI Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) dituding mengirim dana cukup besar di atas 1 Miliar ke pasukan pro-ISIS di Suriah.
“Polisi tidak bisa bertindak seperti ini, karena kalau bicara transfer mentransfer antar Negara itu triliunan, sekitar 150 T. Oleh sebab itu, polisi jangan mulai dari menarget orang, kemudian hal-hal lain yang tidak ada hubungannya akan dikriminalisasi,” ujar Fahri di Gedung DPR, Kamis (23/2) seperti dilansir Wartapilihan.com
Menurutnya, permainan kriminalisasi terhadap penyelenggara kegiatan keagamaan sangat menyesakkan dada dan tidak menunjukkan profesionalisme Polri.
“Setelah unsur TPPU tidak ditemukan, terus dia (polisi, red) kembangkan undang-undang yayasan dan lain sebagainya, itu kan keperdataan saja. Apalagi kalau melihat postur Habib Rizieq, Ustadz Bachtiar Nasir, Ustadz Adnin Armas ini kan sahabat polisi juga,” ungkapnya.
Fahri lantas mempertanyakan pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait Ustadz Bachtiar Nasir dengan berbekal keterangan media asing yang menyebut bantuan lembaga kemanusiaan Indonesia untuk pasukan pro-ISIS. Padahal donasi itu untuk warga/pengungsi Suriah yang disalurkan melalui lembaga kemanusiaan terbesar di Turki, IHH.
“Saya tertusuk mendengarnya, kok bisa kepala Kepolisian RI negara berdaulat. Mendapatkan informasi dari intelijen negara lain yang tidak diverifikasi dan tidak dijelaskan, tiba-tiba dijadikan dasar untuk mentersangkakan orang yang memang lagi diincar oleh negara,” terangnya. (s)
Sumber: Tempo.co, Wartapilihan