Kesal dengan Rekonsiliasi Hamas-Fatah, Penjajah Zionis Perluas Proyek Permukiman Ilegal
SALAM-ONLINE: Usai suksesnya rekonsiliasi antara kubu Hamas dengan Fatah beberapa waktu lalu di Mesir, penolakan penjajah Zionis atas penyatuan kedua faksi terbesar di Palestina tersebut nampak semakin agresif. Beberapa hari lalu, penjajah Zionis telah menyelesaikan rancangan pembangunan 1.292 permukiman di atas tanah terjajah West Bank (Tepi Barat), Palestina.
Meskipun mendapat kritik dan pertentangan dunia atas proyek ilegal yang telah berjalan selama bertahun-bertahun tersebut, nampaknya rencana ini akan terus diupayakan oleh “Israel”. Perdana Menteri penjajah Benyamin Netanyahu mengadakan pertemuan intensif selama dua hari dengan Menteri Pertahanannya guna membahas tindak lanjut atas rencana pendudukan ilegal di atas tanah Palestina tersebut.
Komite khusus yang mengurus masalah ini telah menyetujui rencana pembangunan 296 permukiman di atas wilayah Beit El. “Israel” bahkan telah memasarkan rencana ini layaknya pengembang-pengembang raksasa menjual unit-unit huniannya.
Penanggung jawab proyek di Beit El, Shai Alon mengatakan, pihaknya berharap otoritas “Israel” akan segera mengurus “izin” untuk mendirikan unit-unit lainnya dalam waktu dekat ini. Dalam kesempatan terpisah, pada Senin (16/10) lalu, “Israel” juga telah “menjamin” izin pembangunan permukiman lainnya di Hebron, Palestina.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan bahwa seluruh proyek permukiman “Israel” yang dibangun di atas wilayah terjajah Palestina—khususunya West Bank—dipandang ilegal berdasarkan ketentuan dan hukum hukum internasional. Keputusan ini bahkan telah disepakati oleh Dewan Keamanan PBB pada Desember tahun lalu.
Ajukan Persyaratan
Tidak berhenti sampai di situ, menanggapi hasil rekonsiliasi Hamas-Fatah, kabinet “Israel” mengumumkan pada dua hari lalu bahwa mereka hanya akan menyetujui kesepatakan tersebut jika kedua belah pihak memenuhi tujuh persyaratan yang diminta penjajah itu. Dari syarat-syarat yang diajukan, nampak jelas bahwa “Israel” memandang gerakan perlawanan yang diperjuangkan Hamas merupakan momok besar bagi negara tersebut. Kekhawatiran penjajah ini semakin nampak ketika Hamas-Fatah sukses melakukan rekonsiliasi.
“Hamas harus mengakui (negara) ‘Israel’ dan menghentikan aksi terorismenya sebagai persyaratan. Hamas juga harus melucuti persenjataannya dan jasad tentara dan warga ‘Israel’ yang masih hidup harus dikembalikan (ke pihak ‘Israel’) dari Gaza,” tulis kabinet penjajah itu dalam pernyataan resminya.
“Otoritas Palestina harus melakukan kontrol penuh di Gaza—termasuk area perbatasan, mencegah penyelundupan, berupaya menggagalkan usaha Hamas dalam melakukan aksi teror di West Bank, Hamas harus dijauhkan dari (kerja sama) dengan Iran, dan hanya bantuan finansial dan kemanusiaan yang berasal dari Otoritas Palestina yang diizinkan memasuki Gaza,” dikutip dari media Israel Ynet News.
Presiden Palestina sekaligus tokoh Fatah Mahmoud Abbas mengatakan, rekonsiliasi dengan Hamas merupakan ikhitiar yang diupayakan kedua belah pihak demi memperjuangkan kepentingan negara Palestina. Ia juga menekankan penolakannya atas persyaratan yang diajukan pihak “Israel”.
Ajudan Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh mengatakan, pernyataan Abbas tersebut berangkat dari kesuksesan rekonsiliasi yang ditempuh antara Hamas dengan Fatah. Persyaratan yang diajukan pihak “Israel”, lanjutnya, tidak akan mengubah perdamaian Hamas-Fatah yang baru saja terjalin setelah satu dekade perselisihan antara keduanya.
“Rekonsiliasi itu, yang diperantarai oleh Mesir, berjalan ke arah yang semestinya. Pernyataan apapun dari pihak ‘Israel’ tidak akan mengubah pendirian Otoritas Palestina (atas rekonsiliasi dengan Hamas),” jelas Nabil mewakili Abbas.
Nabil juga mengatakan, rekonsiliasi yang terjalin antara Hamas dengan Fatah banyak didukung oleh komunitas internasional. Bahkan sekutu terdekat “Israel”, Amerika Serikat pun mendukung upaya tersebut.
Rencana Netanyahu dalam mengupayakan perluasan permukiman di West Bank dapat dipandang sebagai bentuk kekesalan “Israel” atas mulai terbangunnya penyesuaian visi antara Hamas dengan Fatah. Apabila rencana tersebut diteruskan, “Israel” akan melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum internasional, melawan komunitas internasional, tidak konsisten dan sungguh-sungguh dalam mengupayakan solusi damai dua-negara (Palestina-Israel), dan bahkan mengambil posisi yang berlawanan dengan negara sahabatnya—Amerika Serikat. (al-Fath/Salam-Online)
Sumber: Middle East Monitor