SALAM-ONLINE: Aksi Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) terhadap penjajah Zionis “Israel” telah berlangsung selama 12 tahun sejak mulai dikampanyekan pada 2005. Kampanye yang diinisiasi oleh lebih dari 100 kelompok pro-Palestina ini mulai mendunia dan mendapat respons dari komunitas internasional.
Banyak cara yang digunakan oleh politisi, pemimpin negara, pengusaha, hingga rakyat jelata untuk menunjukkan keberpihakannya kepada bangsa Palestina. Namun, kampanye yang telah mengglobal ini dinilai sebagai strategi utama dan paling efektif yang bisa digunakan oleh para aktivis di seluruh dunia untuk menunjukkan solidaritas sesungguhnya kepada bangsa Palestina.
BDS bukannya tanpa membekas. Namun, kampanye ini telah mendapatkan pertentangan yang keras dari “Israel” sendiri dan juga negara-negara pendukung Zionisme.
Dalam rangka memperingati Hari Solidaritas untuk Palestina yang digelar setiap tahun pada 29 November, berikut sejumlah ‘pencapaian’ BDS yang berhasil memberikan dampak nyata terhadap “Israel”.
Pemboikotan dan Divestasi Ekonomi
Sejumlah perusahaan besar internasional merespons aksi BDS ini dengan menutup cabang yang didirikan di wilayah pendudukan “Israel” dan bahkan tidak lagi menjadikan Tel Aviv sebagai target market penjualan. Nama besar seperti Veolia dari Prancis memutuskan untuk berhenti beroperasi di “Israel” pada 2015 lalu dengan alasan tidak ingin dikaitkan dengan penjajahan dan pendudukan permukiman ilegal di Tepi Barat.
Aksi yang sama juga diikuti perusahaan konstruksi raksasa asal Irlandia CRH di tahun berikutnya, diikuti perusahaan telekomunikasi asal Prancis Orange yang memutuskan hubungan kerja sama dengan pihak penjajah tersebut setelah kampanye BDS masif digaungkan di Mesir dan Prancis sendiri
Para investor yang telah menanamkan modalnya di perusahaan-perusahaan “Israel” atau yang berafiliasi dengan negara itu merespons kampanye BDS dengan melakukan aksi tarik modal atau divestasi. Pelanggaran demi pelanggaran dan tidak dihormatinya HAM bangsa Palestina membuat para investor tersebut berpikir ulang untuk meneruskan kerjasamanya dengan pihak “Israel”. Dengan menjalin rekanan dengan “Israel”, para investor itu khawatir akan ikut terlibat dalam aktivitas ilegal seperti perluasan permukiman di Tepi Barat, penjajahan, serta pelanggaran-pelanggaran internasional, HAM, dan lainnya.
Di awal tahun ini, perusahaan penjamin dana pensiun asal Denmark, Sampension, menghentikan kerjasamanya dengan empat perusahaan dan dua bank asal “Israel” disebabkan keterlibatannya dengan aktivitas pendudukan ilegal “Israel” serta ekstrasi bahan mentah yang diambil dari tanah jajahan di Palestina.
Solidaritas Serikat Dagang
Taktik dan prinsip yang digunakan dalam kampanye BDS secara resmi telah didukung federasi serikat dagang di Afrika Selatan, Britania Raya, Skotlandia, Irlandia, Norwegia, Swedia, Belgia, Negara Bagian Basque, Brazil, dan sejumlah negara di Amerika Latin.
Pada Mei lalu, Konfederasi Serikat Dagang Norwegia mengadakan voting untuk memboikot penuh “Israel” dari sektor ekonomi, kultur dan akademik. Sementara itu, Unifor, serikat dagang yang menjadi rumah bagi 310.000 perusahaan swasta Kanada, juga mengadopsi mosi BDS mulai Agustus lalu.
Boikot Tingkat Lokal
Mosi pemberlakuan dan usulan BDS juga disambut oleh politisi dan aktivis lokal di sejumlah negara. Di Spanyol, mosi ini mendapat dukungan dari 50 anggota dewan dan lolos untuk dilegislasi. Namun, kelompok pro-“Israel” menuntut sejumlah anggota dewan Spanyol tersebut yang berbuntut tidak mulusnya mosi BDS.
Gagal di Spanyol, namun tidak demikian di Inggris. Jewish Human Rights Watch tidak dapat berbuat banyak setelah tiga anggota dewan di parlemen Inggris meloloskan resolusi yang mendukung dikembalikannya HAM rakyat Palestina.
Solidaritas Pelajar
Lebih dari 50 perwakilan dan asosiasi pelajar di Amerika Utara mengekspresikan dukungan mereka terhadap BDS. Mereka secara spesifik juga mengampanyekan aksi divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dengan aktivitas ilegal “Israel” di Palestina. Pada 2015, Persatuan Pelajar Nasional Inggris (NUS) melakukan voting dan memberi mandat kepada sekitar 600 pelajar agar mendukung kampanye BDS dengan berbagai cara. Pelajar dari Belgia, Afrika Selatan, Brazil dan Chile juga mendukung aksi pemboikotan ini.
Di tahun 2016, para mahasiswa/i yang diwisuda di Universitas New York memberikan dukungan terhadap BDS, juga dengan mahasiswa dari Universitas Manchester.
Selama ini, banyak dikabarkan bahwa “Israel” didukung mati-matian oleh sekutu terdekatnya, Amerika Serikat (AS). Namun, ternyata tidak semua rakyat AS setuju dengan kebijakan pro-“Israel” itu. Persatuan para akademisi di AS, Association for Asian American Studies, the American Studies Association, the Native American dan Indigenous Studies Association, dan National Women’s Studies Association keseluruhannya mendukung pemboikotan terhadap institusi pendidikan “Israel”. Begitu pula dengan akademisi dari Inggris yang juga mendukung aksi BDS.
Pemboikotan Kultural
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah artis melakukan pemboikotan secara kultural (seni) dengan menyuarakan kampanye ini. Nama-nama besar seperti Roger Waters (Pink Floyd), novelis pemenang Pulitzer Price Alice Walker, novelis Henning Mankell, aktivis sekaligus penulis Naomi Klein, sutradara Ken Loach, filsuf Amerika Serikat Judith Butler, musisi Inggris Elvis Costello, dan produser film Mira Nair ikut mengampanyekan BDS dengan cara mereka sendiri. Pada Februari 2015, ratusan artis membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan atas pemboikotan kultural terhadap “Israel”.
Solidaritas Persatuan Gereja
Sejumlah persatuan gereja di AS juga menjadi pihak yang ikut ambil bagian dalam kampanye ini. di antaranya adalah Gereja Presbytarian USA, the United Church of Christ, dan the United Methodist Church (UMC) beserta para jemaat dari gereja-gereja tersebut. Perkumpulan ini mendukung aksi tarik modal atau divestasi terhadap “Israel” dan perusahaan internasional yang terlibat dalam aksi ilegal kaum Yahudi itu yang melanggar ketentuan dan hukum internasional serta hak asasi bangsa Palestina.
‘Israel’ Melawan Balik
“Israel” rupanya sangat khawatir akan respons global dari kampanye BDS ini. Di tahun 2016, penjajah “Israel” telah mengalokasikan anggaran sebesar 33 juta US dollar untuk mengupayakan segala cara agar kampanye ini tidak meluas dan memberi dampak negatif terhadap penjajah tersebut. Beberapa cara yang ditempuh adalah dengan melakukan penyamaran di dunia maya dan melakukan patroli siber. Parlemen “Israel”, Knesset, juga mengesahkan UU kontra gerakan BDS. Salah satu isi dari UU tersebut adalah, setiap pihak yang mendukung kampanye BDS tidak diizinkan masuk wilayah pendudukan “Israel”. Peraturan ini juga diberlakukan bagi penduduk pro-BDS yang tinggal di wilayah “otorisasi Israel”.
Untuk mengetahui jumlah pasti berapa kerugian “Israel” sejak kampanye ini digaungkan cukup sulit untuk mengukurnya. Namun, dalam sebuah pemberitaan media “Israel”, aksi pemboikotan ini telah membuat penjajah itu menderita kerugian sebesar 100 juta NIS (mata uang Israel, Shekel) setiap tahunnya.
Sementara itu, dikutip dari Financial Times, penjajah “Israel” memperhitungkan, apabila kampanye ini terus berjalan, “Israel” berpotensi menderita keanjlokan ekonomi sampai 1,4 miliar US dollar dalam setahun. Lembaga think-tank ternama asal AS, Rand Corporation, justru memperkirakan kerugian yang diderita “Israel” bisa jauh melampaui angka itu, yakni rugi sebesar 47 miliar US dolar dalam jangka waktu 10 tahun. (SF/Salam-Online)