SALAM-ONLINE: Penjajahan yang terjadi di Palestina oleh Zionis adalah isu yang terus menjadi perhatian umat Islam. Para ulama sepakat, apa yang terjadi di Palestina adalah persoalan umat (qadhaya al-ummah), yang menjadi tanggung jawab Muslim seluruh dunia. Namun, ada saja orang-orang yang mengatakan bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah sekadar perebutan tanah atau wilayah. Bahkan, ada yang mengatakan, di Palestina tidak terjadi apa-apa, sekadar konflik politik. Benarkah?
Adalah Allahyarham Dr Mohammad Natsir, tokoh umat dan bangsa ini yang sejak dulu memiliki kepedulian terhadap nasib umat Islam di Palestina, memiliki jawaban terhadap pernyataan-pernyataan tersebut.
“Soalnya bukan sepotong tanah yang bernama Palestina. Soalnya kita menghadapi satu gerakan akidah, gerakan kepercayaan yang beraksi dengan teratur dan tertib, bukan di satu tempat saja, tetapi di seluruh dunia. Kita berhadapan dengan satu gerakan agama yang beraksi politik internasional, yang satu sama lain saling membantu,” kata Natsir.
Natsir yang sudah sejak tahun 1950-an sudah menyuarakan pembelaannya terhadap umat Islam di Palestina dalam konferensi-konferensi internasional, baik yang diselenggarakan oleh Liga Dunia Islam (Rabithah Al-Alam Al-Islami) ataupun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika, menyatakan, ”Palestina adalah soal Islam dan soal umat. Kita harus melihat bahwa soal Palestina itu bukanlah soal lokal, bukanlah soal orang Arab, bukanlah semata-mata soal teritorial, tetapi adalah soal Islam dan umat Islam seluruhnya.”
Mantan Perdana Menteri RI yang juga aktif mengunjungi para pengungsi Palestina di kamp-kamp penampungan dan melakukan lobi-lobi dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Palestina ini menegaskan, gerakan Zionisme itu adalah gerakan agama, bukan gerakan politik saja. (itu) gerakan agama dengan aksi politik Zion. Zionisme itu dinamakan menurut nama satu bukit: Zion.
“Jadi ditanamkanlah satu cita-cita hidup untuk mendirikan suatu negara-negara dari kaum Yahudi yang bertebaran di seluruh dunia ini. Dan tahap pertama ialah akan mendirikan Haikal kembali, di tempat Masjidil Aqsha sekarang itu. Itu yang ditujunya,” ujar tokoh yang semasa hidupnya kerap bertukar pikiran dengan para tokoh dunia Islam untuk mencarikan solusi terbaik bagi Muslimin Palestina itu.
Pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) ini juga menjelaskan, serdadu-serdadu Zionis kalau sudah masuk atau menuju ke medan perang di Sinai, mereka mengeluarkan Talmud (Taurat) dari sakunya. “Mereka baca Taurat itu di tengah medan perang untuk menegaskan cita-cita keagamaan mereka,” terangnya.
Natsir juga mengingatkan umat Islam dengan perkataan pendiri Zionisme, Theodore Herzl, ketika berpidato dalam Kongres Zionisme di Bassel, Swiss, pada 1897.
“Kita harus kembali ke sana (Palestina), dan apa yang dinamakan Masjidil Aqsha itu harus diganti dengan mendirikan Haikal (Solomon Temple, red),” seru Herzl yang dikutip Natsir. (AW/Salam-Online)
Sumber tulisan:
- Natsir, Masalah Palestina, Jakarta: Penerbit Hudaya, 1971
- Natsir, Approach Baru Masalah Penjelesaian Palestina, Penerbit: Corp Mubaligh Bandung (C.M.B) Biro Penerbitan dan Penjiaran, 1970