Panggil Utusannya di Washington, Pemimpin Palestina Akan Tolak Rencana Perdamaian AS
AL-QUDS (SALAM-ONLINE): Pemimpin Palestina menegaskan bahwa mereka memanggil utusannya di Amerika Serikat (AS) menyusul klaim sepihak Washington mengenai Yerusalem (Al-Quds/Baitul Maqdis) sebagai ibu kota Zionis “Israel”.
Pada Ahad (31/12/2017), kantor berita resmi Palestina, WAFA, seperti dikutip Aljazeera, Senin (1/1/2018) melansir bahwa Husam Zomlot, utusan Organisasi Pembebasan Palestina untuk AS di Washington, DC, akan kembali ke Palestina untuk “konsultasi”.
Pejabat Palestina sebelumnya mengatakan bahwa mereka akan menolak alias “tak akan menerima lagi” rencana perdamaian yang diajukan oleh AS setelah pernyataan sepihak Presiden Donald Trump pada 6 Desember lalu terkait Yerusalem.
Langkah Trump memicu demonstrasi mematikan di wilayah Palestina yang diduduki dan demonstrasi besar untuk mendukung Palestina di seluruh dunia Muslim, bahkan Eropa dan Amerika sendiri.
Mayoritas besar negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menentang ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh AS. Resolusi Majelis Umum PBB menyatakan pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel “batal demi hukum”.
Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki, mengatakan bahwa diskusi akan berlangsung “untuk menetapkan keputusan yang dibutuhkan oleh pimpinan Palestina dalam periode yang akan datang mengenai hubungan kita dengan AS”.
Dia menambahkan bahwa Husam Zomlot diharapkan bisa kembali ke “pekerjaan normalnya” setelah berdiskusi.
Yerusalem Barat dicaplok oleh penjajah Zionis “Israel” selama perang Arab-‘Israel’ 1948. Lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari kota bersejarah yang mereka diami selama ini. Orang-orang Palestina kemudian menyebutnya sebagai Nakba (bencana) ketika penjajah Zionis kemudian mendirikan “negara” secara ilegal di wilayah jajahan yang dirampasnya dari bangsa Palestina.
Tak berhenti sampai di situ. Penjajah ini kemudian menduduki dan mencaplok bagian timur Al-Quds (Yerusalem Timur) dalam perang 1967, namun penguasaannya atas Yerusalem Timur tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Warga Palestina ingin Yerusalem Timur yang diduduki sebagai ibu kota sebuah negara masa depan, sementara penjajah Zionis mengatakan bahwa kota tersebut tidak dapat dibagi.
Pada Ahad (31/12/2017), Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut Yerusalem sebagai “ibu kota selamanya rakyat Palestina”, dalam sebuah acara memperingati ke-53 tahun gerakan Fatah.
“Kami tidak akan menerima status quo. Kami tidak akan menerima sistem apartheid. Kami tidak akan menerima pekerjaan tanpa biaya, dan Anda (Zionis ‘Israel’) harus memikirkan kembali kebijakan dan tindakan agresif Anda terhadap orang-orang kami, tanah kami dan tempat-tempat suci kami sebelum terlambat,” kata Abbas. (S)
Sumber: Aljazeera