JAKARTA (SALAM-ONLINE): Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Perkumpulan Hidayatullah, Yayasan Forum Silaturahim Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia dan Anggota Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengajukan Judicial Review (JR) atas Perppu Ormas nomor 2 tahun 2017 yang telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017, di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada sidang perdana yang dipimpin oleh hakim Anwar Usman, Senin (15/1/18), Munarman sebagai Pihak Pemohon menjelaskan bahwa pihaknya menolak beberapa pasal yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2017 tersebut.
Munarman menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang yang telah disahkan DPR tahun lalu itu terdapat norma-norma yang bertentangan dengan konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat dan berpendapat.
Munarman yang dibantu oleh Tim Advokasi GNPF-Ulama, menggugat pasal yang salah satunya memberikan hak pembubaran ormas tanpa proses peradilan, untuk dihapuskan.
“Ini juga kita minta dihapuskan karena prinsip negara hukum itu menghargai Hak Asasi Manusia (HAM), dan mengedepankan proses hukum,” ungkap Munarman.
Munarman juga menganggap bahwa UU tersebut sangat tidak layak karena menggunakan ‘pembuktian terbalik’, dimana seseorang yang ‘didakwa’ dimintai untuk membuktikan tidak bersalah. Seharusnya dalam kasus ini, kata Munarman, ‘pendakwalah’ yang mestinya menghadirkan bukti bahwa yang ‘didakwa’ telah melanggar hukum atau bersalah.
Hal itu, lanjut Munarman, karena UU Ormas adalah menyangkut urusan pemikiran dan paham; bukan kasus yang berkaitan dengan korupsi yang bisa menerapkan ‘pembuktian terbalik’.
“Bahkan pidana yang sekarang berlaku di Indonesia tidak sepenuhnya mengandung pembuktian terbalik. Tetapi di UU Ormas mengandung pembuktian terbalik yang mutlak sifatnya. Jadi bubarkan dulu lalu buktikan kalau Anda tidak melanggar konstitusi,” terang Munarman.
Judicial Review ini adalah yang pertama setelah DPR mengesahkan Perppu Ormas tersebut menjadi Undang-Undang. Sebelumnya Perppu yang dikeluarkan Pemerintah Presiden Joko Widodo itu juga sempat digugat di MK oleh Yusril Ihza Mahendra.
Namun lantaran Perppu tersebut telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang, secara otomatis gugatan tersebut berhenti lantaran objek yang telah berubah (menjadi UU).
Meski demikian, DPR sendiri menegaskan masih akan melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017 tersebut, dan memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Sadar akan hal itu, Munarman sendiri mengatakan akan tetap melanjutkan gugatannya di MK. Karena, menurutnya, dalam pembahasan di MK pihaknya dapat terlibat aktif, tidak seperti di DPR yang tidak memberikan ruang akan hal itu.
Adapun jika DPR terlebih dahulu mengajukan perubahannya dan substansi yang diajukan Pihaknya disetujui, maka MUnarman akan menarik gugatannya di MK.
“Artinya kita akan mempertimbangkan mekanisme MK ini akan kita tarik,” ujarnya. (MNM/Salam-Online)