Serangan Gencar, Tim Evakuasi Korban tak Cukup Waktu Menghitung Mayat di Ghouta Timur
GHOUTA TIMUR (SALAM-ONLINE): Tim penyelamat dan evakuasi mengatakan rezim Suriah dan Rusia tidak memberikan cukup waktu bagi mereka untuk menghitung mayat-mayat dalam serangan udara paling berdarah dan mematikan yang berlangsung di Ghouta Timur tersebut.
Dalam sepekan berturut-turut pesawat tempur rezim Basyar Asad dan Rusia masih terus melancarkan serangan di daerah kantong pejuang oposisi itu. Sabtu (24/2/2018) adalah hari ketujuh rezim Asad yang didukung sekutu setianya, Rusia, dan milisi-milisi Syiah dukungan Iran, menggempur warga sipil di wilayah terkepung di pinggiran ibu kota Damaskus tersebut.
Berupaya menyelamatkan diri, banyak warga yang bersembunyi di ruang bawah tanah. Sebuah lembaga medis mengungkapkan serangan rezim terhadap selusin rumah sakit di tengah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta sebuah gencatan senjata di Ghouta, satu-satunya benteng oposisi di dekat ibu kota tersebut.Tidak ada respons dari militer Suriah.
Rezim Asad dan Rusia mengklaim bahwa mereka hanya menargetkan militan—meskipun realitasnya yang jadi sasaran adalah warga sipil. Rezim Asad dan Rusia juga mengklaim bahwa mereka berusaha menghentikan serangan dan menuduh pihak oposisi di Ghouta menahan warga sebagai tameng, kendati serangan intens dan brutal terus mereka lakukan.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) seperti dilansir Middle East Monitor, Sabtu (24/2) melaporkan, meningkatnya serangan udara dan tembakan roket, sehingga menelan korban jiwa sekitar 500 orang, termasuk lebih dari 120 anak.
Lembaga pemantau yang berbasis di Inggris itu mengatakan bahwa serangan yang diarahkan ke Douma, Hammouriyeh dan kota-kota lain di Ghouta Timur itu pada Sabtu, juga merenggut nyawa warga sipil sebanyak 24 orang.
Tim Pertahanan Sipil Suriah yang dikenal sebagai White Helmets (Helm Putih) bergegas mengevakuasi korban yang selamat setelah rezim dan Rusia melancarkan serangan brutal ke Kafr Batna, Douma dan Harasta. White Helmets mendokumentasikan setidaknya 350 orang meregang nyawa dalam empat hari serangan keji pekan ini.
“Mungkin masih banyak lagi,” kata Siraj Mahmoud, juru bicara pertahanan sipil di pinggiran kota.
“Kami tidak bisa menghitung mereka yang menjadi martir kemarin atau sehari sebelumnya karena pesawat tempur terus mengudara di langit (Ghouta),” ungkap Mahmoud.
Menurut Mahmoud, saat bom dijatuhkan dari pesawat, beberapa orang memasuki pusat gawat darurat dan kendaraan, sementara tim penyelamat berjuang untuk menarik (menyelamatkan) korban dari reruntuhan bangunan.
Seorang saksi di Douma mengatakan bahwa saat dia bangun pada Sabtu dini hari, terdengar bom meledak di dekatnya. Sementara jalan-jalan sepi.
PBB mengatakan, sekitar 400.000 orang tinggal di Ghouta timur, sebuah kantong kota satelit dan peternakan yang sejak tahun 2013 diblokade oleh rezim. Akibat blokade itu, dalam lima tahun terakhir Ghouta Timur didera kekurangan makanan dan obat-obatan.
Sementara Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada Jumat (23/2) lalu menunda pemungutan suara mengenai rancangan resolusi yang menuntut gencatan senjata 30 hari di Suriah untuk memungkinkan akses bantuan dan evakuasi medis.
Dewan yang beranggotakan 15 negara tersebut akan memberikan suara untuk resolusi gencatan senjata yang rancangannya disusun oleh Swedia dan Kuwait. Penundaan tersebut menyusul serangkaian pembicaraan terakhir terkait teks resolusi, setelah Rusia, sekutu rezim Asad, mengusulkan amandemen baru.
Media rezim Suriah mengklaim bahwa kelompok oposisi di Ghouta menembakkan mortir ke Kota Tua Damaskus pada Sabtu. Tembakan mortir itu, menurut media rezim, menewaskan satu orang dan melukai 60 lainnya. (S)
Sumber: Middle East Monitor