Sebuah Ledakan Serang Rombongan PM Palestina di Jalur Gaza
GAZA (SALAM-ONLINE): Sebuah ledakan melukai beberapa petugas keamanan Perdana Menteri Palestina, Rami Hamdallah. Hamdallah sendiri tidak terluka. Rombongan Hamdallah mengunjungi Jalur Gaza pada Selasa (13/3/2018) kemarin untuk meresmikan fasilitas air minum bagi warga Gaza, lansir Aljazeera, Rabu (14/3).
Ledakan terjadi tak lama setelah konvoi rombongan Hamdallah melewati pos pemeriksaan Erez yang dikuasai penjajah Zionis di Beit Hanoun, Gaza utara, Aljazeera melaporkan di tempat kejadian, Selasa (13/3).
Hamdallah, yang memimpin pemerintah Otorita Palestina yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, muncul di televisi menyusul insiden tersebut.
Tak lama kemudian, dia kembali ke Ramallah dan memberikan ceramah singkat di luar kantornya.
Dia mengatakan tujuh pengawalnya terluka dalam serangan tersebut. Mereka dirawat di rumah sakit di Ramallah.
“Ini (serangan) tindakan pengecut yang tidak mewakili rakyat kami, juga bukan mewakili rakyat Gaza,” kata Hamdallah.
Majed Faraj, kepala intelijen Otoritas Palestina, adalah bagian dari konvoi tersebut.
Fatah, partai politik Tepi Barat yang dipimpin Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menyebut insiden tersebut sebagai “serangan teroris” dan menyalahkan Hamas telah gagal memberikan keamanan.
“Serangan ini adalah upaya untuk membunuh semua upaya rekonsiliasi. Ini adalah langkah berbahaya yang bertujuan untuk menyebarkan kekacauan dan pertengkaran di antara orang-orang kami,” kata Munir al-Jaghoub, kepala departemen informasi Fatah.
“Kami menuntut agar Hamas mempercepat penyelidikannya. Perkembangan tersebut telah membuktikan bahwa Hamas telah benar-benar gagal dalam memberikan keamanan di Gaza, sama seperti gagalnya dalam memberikan kehidupan yang layak untuk rakyat di jalur Gaza,” ujarnya
Hamas dan Fatah, dua partai politik utama Palestina, menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi pada Oktober 2017 lalu, mengakhiri satu dekade pembagian wilayah dengan dua pemerintahan paralel yang beroperasi di Gaza dan Tepi Barat.
Kepada Aljazeera, Iyad al-Buzom, juru bicara kementerian dalam negeri Gaza, mengatakan bahwa tindakan menyalahkan “memiliki dimensi politik”.
“Di sini, di Gaza, kami melakukan semua tindakan pengamanan untuk menyambut konvoi dan delegasi, terutama perdana menteri saat memasuki Gaza,” katanya.
Semua jari menunjuk mengarah ke penjajah Zionis “Israel” berada di balik serangan bom yang melukai tujuh petugas keamanan perdana menteri Palestina tersebut.
“Beberapa tersangka ditangkap beberapa saat yang lalu”, dan sebuah penyelidikan “untuk mengetahui siapa yang berada di balik ledakan tersebut” sedang berlangsung, Buzom menambahkan.
Kesepakatan untuk membentuk pemerintah persatuan ditandatangani di ibu kota Mesir, Kairo, pada 13 Oktober 2017. Namun upaya untuk mengimplementasikan kesepakatan tersebut telah menghadapi hambatan.
Mustafa Ibrahim, seorang analis politik yang berbasis di Gaza, mengatakan ada “beberapa pihak yang diuntungkan dari ledakan ini”.
“Kami akan mendengar Fatah mengatakan bahwa beberapa anggota Hamas tidak menginginkan rekonsiliasi, dan juga, kami akan mendengar bahwa Hamas mengatakan ini bisa menjadi serangan palsu oleh dinas keamanan Fatah,” kata Ibrahim kepada Aljazeera.
“Dan, sangat penting bahwa Hamas menangkap orang-orang yang berada di belakang serangan sesegera mungkin,” harapnya.
Nickolay Mladenov, koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, mengecam serangan tersebut. Ia mengatakan dalam sebuah postingan di Twitter bahwa di balik ledakan ini ada upaya untuk “merusak” rekonsiliasi.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan di Twitter warga Gaza membutuhkan “pemerintah sejati yang akan memberikan layanan dasar”.
Ucapan Nauert muncul saat Gedung Putih mengadakan sebuah konferensi mengenai krisis kemanusiaan di Gaza, yang berada di bawah blokade darat, laut dan udara selama lebih dari satu dekade.
Namun, pejabat Palestina tidak menghadiri konferensi tersebut. Awal pekan ini Otoritas Palestina menolak undangan konferensi dari Gedung Putih itu. (S)
Sumber: Aljazeera