Netanyahu PM Penjajah Puji Tentaranya Bantai Orang-orang Palestina
GAZA (SALAM-Online): Perdana Menteri Penjajah Benjamin Netanyahu, Sabtu (31/3/2018) memuji pasukan Zionis yang telah membantai dan membunuhi 17 warga Palestina saat menggelar demonstrasi di Jalur Gaza, Jumat (30/3) lalu.
Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu kemarin, Netanyahu berterima kasih kepada pasukannya karena “menjaga perbatasan negara” dan memungkinkan ‘warga Israel’ merayakan liburan (Paskah) secara damai”.
“Bagus untuk prajurit kita,” katanya seperti dilansir Aljazeera, Ahad (1/4).
Sejumlah negara dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengecam penembakan terhadap puluhan ribu demonstran Palestina tanpa senjata yang menggelar unjuk rasa di sepanjang perbatasan timur Gaza pada Jumat.
Lebih dari 1.500 lainnya terluka ketika pasukan penjajah menembakkan peluru tajam, menggunakan gas air mata dan peluru baja berlapis karet ke arah demonstran, kata Kementerian Kesehatan Palestina.
Pada Sabtu kemarin, 49 orang lagi terluka dalam demonstrasi yang sedang berlangsung. Sementara korban gugur bertambah lagi menjadi 17 orang.
Sebagai buntut dari unjuk rasa yang dihadapi dengan pembantaian itu, para pemimpin di sejumlah negara mengecam tindakan penjajah tersebut.
“Saya mengutuk keras (penjajah) Israel atas serangan tidak manusiawi itu,” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, saat berpidato di kota terbesar Turki, Istanbul, Sabtu (31/3).
Jeremy Corbyn, pemimpin Partai Buruh Inggris, menggambarkan penggunaan kekuatan militer “Israel” sebagai “mengerikan”.
“Pemerintah Inggris harus membuat suaranya terdengar bagi pentingnya penyelesaian perdamaian dan keadilan,” katanya dalam sebuah pernyataan di Twitter.
Pernyataan serupa dikeluarkan oleh pemerintah Yordania, yang menyebut serangan itu sebagai “pelanggaran hak atas Palestina yang melakukan protes secara damai dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap mereka”.
Qatar juga mengutuk “Israel” pada Jumat, sementara Kuwait mendesak pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB (DK-PBB/UNSC) pada hari yang sama.
Namun, Amerika Serikat memveto pernyataan UNSC yang mengutuk penggunaan kekuatan bersenjata “Israel” saat menghadapi demonstran.
Walter Miller, perwakilan AS untuk PBB, mengatakan “aktor jahat” menggunakan “protes untuk menutupi provokasi kekerasan” dan “membahayakan nyawa yang tidak bersalah”.
Komentar Miller menyuarakan sikap penjajah “Israel” terhadap demonstrasi yang menyalahkan Hamas, gerakan yang mengatur Jalur Gaza. Penjajah juga menuduh Hamas menggunakan “kerusuhan kekerasan untuk menyamarkan teror”.
Seperti diberitakan, protes massal puluhan ribu yang disebut Great March of Return itu diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil dan didukung oleh semua faksi politik Palestina, tak hanya Hamas, untuk menyerukan dikembalikannya hak-hak pengungsi Palestina yang lahan/tanah mereka dirampas oleh penjajah Zionis pada 30 Maret 1976 silam.
Orang-orang Palestina di Gaza berkumpul di lima lokasi berbeda di sepanjang perbatasan Jalur Gaza, yang pada awalnya diposisikan sekitar 700 meter dari pagar yang dijaga ketat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak “penyelidikan independen dan transparan” dan menegaskan kembali “kesiapan” badan dunia itu untuk merevitalisasi upaya perdamaian.
Federica Mogherini, kepala diplomatik Uni Eropa, juga menyerukan penyelidikan independen terhadap penggunaan senjata api dan amunisi oleh militer Zionis.
“Uni Eropa berduka atas hilangnya nyawa. Pikiran kami bersama keluarga para korban,” kata Mogherini, Sabtu.
“Penggunaan amunisi khususnya, harus menjadi bagian dari investigasi independen dan transparan,” ujarnya.
“Kebebasan berekspresi dan kebebasan berkumpul adalah hak-hak fundamental yang harus dihormati.”
Mansour al-Otaibi, duta besar Kuwait untuk PBB, mengeluarkan pernyataan yang mengkritik Dewan Keamanan PBB karena gagal mengambil tindakan terhadap “Israel”.
“Orang-orang di Palestina yang dijajah kecewa karena Dewan Keamanan PBB menggelar rapat darurat, tetapi tidak mengambil tindakan untuk menghentikan pembantaian dan menahan mereka yang bertanggung jawab,” sesal al-Otaibi.
Peringatan Hari Tanah
Demonstrasi pada Jumat dimaksudkan, juga untuk memperingati Hari Tanah, yang bermula pada 30 Maret 1976, ketika enam warga Palestina yang tidak bersenjata dibunuh oleh pasukan Zionis saat mereka memprotes tentara penjajah yang merampas lahan besar milik Palestina.
Hari Tanah (hari perampasan lahan Palestina) bagi orang-orang Palestina merupakan kelanjutan dari kampanye pembersihan etnis yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata Zionis pada 15 Mei 1948, ketika lebih dari 750.000 orang Palestina diusir dari tanah mereka dalam suatu peristiwa yang dikenal oleh warga Arab-Palestina sebagai Nakba atau “Bencana”.
Sekitar 70 persen dari dua juta penduduk Gaza adalah keturunan dari para pengungsi tahun 1948.Jumat, 30 Maret 2018, menandai dimulainya demonstrasi untuk enam pekan menjelang peringatan Nakba pada 15 Mei mendatang.
“Ketika saya melihat keindahan tanah kami yang dicuri, pohon-pohon dan sifat indah dari semua itu, saya bertanya-tanya: ‘Mengapa kami terjebak di kandang ini?” kata penyelenggara kampanye, Ahmad Abu Artema, kepada Aljazeera.
Perkembangan itu terjadi setelah berbulan-bulan kemarahan atas keputusan sepihak Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota wilayah jajahan Zionis “Israel”.
Trump juga mewajibkan tuntutan penjajah “Israel” untuk memotong dana bantuan bagi pengungsi Palestina yang dikelola UNRWA, badan PBB yang ditugaskan untuk membantu jutaan pengungsi Palestina di beberapa negara. (S)
Sumber: Aljazeera