Rezim Asad Lancarkan Serangan Kimia, Mayoritas Korbannya Wanita dan Anak-anak Mati Lemas
GHOUTA (SALAM-ONLINE): Sebuah serangan kimia yang terjadi di Douma, Ghouta Timur, benteng pertahanan terakhir kelompok oposisi, telah membunuh sedikitnya 70 orang dan berdampak terhadap ratusan lainnya, demikian diungkapkan tim relawan Pertahanan Sipil Suriah The White Helmets kepada Aljazeera.
The White Helmets, tim penyelamat yang beroperasi di daerah yang dikuasai oposisi di Suriah, mengatakan pada Sabtu (7/4/2018), sebagaimana dilansir Aljazeera, Ahad (8/4) bahwa sebagian besar korban jiwa yang mati lemas adalah wanita dan anak-anak.
“Tujuh puluh orang mati lemas dan ratusan lainnya masih sulit bernapas,” kata Koordinator White Helmets, Raed al-Saleh.
Menurut Raed al-Saleh, jumlah korban meninggal diperkirakan akan meningkat karena banyak orang berada dalam kondisi kritis.
Al-Saleh mengatakan bahwa gas klor dan gas yang tidak teridentifikasi tetapi lebih kuat, dijatuhkan di Douma—kota utama di Ghouta timur yang dikendalikan oleh Jaisyul Islam—kelompok oposisi terbesar di distrik tersebut.
“Para sukarelawan White Helmets mencoba untuk membantu para korban, tetapi semua yang bisa kami lakukan adalah mengevakuasi mereka ke daerah lain dengan berjalan kaki karena sebagian besar kendaraan tidak berfungsi,” ungkap Al-Saleh.
Salah seorang anggota White Helmets mengatakan bahwa seluruh keluarga mati lemas ketika mereka bersembunyi di ruang bawah tanah mereka saat mencoba mencari perlindungan dari serangan udara dan bom barel. Media rezim sendiri membantah pasukan Asad menggunakan senjata kimia.
Sebagian besar kota hancur
Pasukan rezim dan sekutu mereka, Rusia serta milisi-milisi Syiah dukungan Iran, sejak Jumat (6/4) melancarkan serangan udara dan darat yang dahsyat ke Douma, kota terakhir dikuasai pejuang oposisi Jaisyul Islam di Ghouta Timur.
Kantor berita rezim Suriah, SANA, mengatakan dibombardirnya Douma, sebagai respons terhadap serangan Jaisyul Islam, kelompok oposisi bersenjata yang menguasai Douma, Ghouta timur. Jaisyul Islam membantah tuduhan itu.
“Douma telah mengalami serangan udara yang intens dan banyak kawasan yang hancur,” kata Moayed al-Dayrani, seorang warga Douma dan relawan medis. Ia menyebut bahwa para dokter berjuang untuk menjangkau semua korban.
“Kami saat ini berurusan dengan lebih dari 1.000 kasus orang yang berjuang untuk bernapas setelah serangan kimia (bom kaporit) dijatuhkan di Kota Douma. Jumlah korban meninggal mungkin akan bertambah lagi,” ujar Moayed.
Douma Media Center (DMC) pro-oposisi, memasang gambar di media sosial orang-orang yang sedang dirawat oleh petugas medis. Dan dari apa yang nampak, para korban serangan kimia yang tengah menjalani perawatan itu seperti mayat hidup, termasuk mayoritas wanita dan anak-anak.
Petugas penyelamat juga memposting video para korban zat kimia yang menunjukkan gejala serangan gas, di antaranya mengeluarkan busa putih dari mulut dan hidung mereka.
Gejala serangan klorin, termasuk batuk, dyspnea, iritasi intensif pada selaput lendir dan kesulitan bernapas.
Bantuan medis terbatas
Presiden Asosiasi Medis Amerika-Suriah, Ahmad Tarakji, mengatakan bahwa hanya ada beberapa dokter dan staf medis yang masih berada di Douma untuk mengobati besarnya jumlah korban.
Kepada Fresno dari Aljazeera di negara bagian California, AS, Tarakji mengatakan bahwa banyak keluarga di Douma yang saat ini berlindung di ruang bawah tanah untuk melindungi diri mereka dari bom barel dan penembakan.
“Menggunakan senjata kimia seperti klorin atau produk sejenis, secara de facto gas ini akan turun ke ruang bawah tanah, dan korbannya mengalami mabuk dengan senjata kimia itu. Karena itulah mengapa korbannya besar,” ungkapnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, rezim Suriah diyakini menggunakan senjata kimia sebagai alat untuk menggempur kelompok oposisi.
100.000 orang terperangkap di Douma
Kelompok oposisi di Ghouta Timur berhasil menahan serangan pasukan militer rezim Suriah selama bertahun-tahun peperangan. Tetapi blokade (kepungan) selama lima tahun terhadap distrik itu menyebabkan krisis kemanusiaan yang sangat parah, yakni kurangnya makanan dan persediaan obat-obatan.
Pekan lalu, dua kelompok oposisi mencapai kesepakatan evakuasi dengan tentara Rusia. Sekitar 19.000 orang dievakuasi ke provinsi utara Idlib.
Mereka termasuk pejuang dari kelompok Faylaq al-Rahman dan Ahrar al-Sham, keluarga mereka dan warga sipil lainnya.
Hanan Halimah, seorang mantan penduduk Douma, mengatakan bahwa lebih dari 100.000 warga sipil masih terperangkap dan tidak mungkin menerima bantuan apa pun karena kota mereka mengalami kerusakan parah selama serangan terakhir. (S)
Sumber: Aljazeera