Hendak Bawa Para Korban Terluka ke Turki, Kapal Palestina Dicegat Zionis
SALAM-ONLINE: Pasukan laut penjajah Zionis “Israel” dilaporkan telah mencegat kapal Palestina yang berlayar di sepanjang pantai Jalur Gaza hendak menuju Turki.
Sebelum dicegat empat kapal perang “Israel”, kapal-kapal Palestina tersebut telah melintas sejauh sembilan mil (16 km), pada Selasa (29/5/2018).
Sebagaimana dilansir “Israel” Defense Force (IDF) melalui akun twitternya, kapal yang berisikan pasien, para korban luka saat demonstrasi yang digelar di Gaza baru-baru ini, mahasiswa dan aktivis Palestina itu telah dibawa ke pelabuhan wilayah jajahan “Israel”, Ashdod, pada Selasa (29/5).
Sebanyak 17 orang di dalam kapal utama adalah warga Gaza pertama yang berusaha menerobos blokade laut selama satu dekade lebih. Rencananya kapal tersebut akan berlayar menuju Limassol, sebuah kota pantai di Siprus selatan.
Padahal, sebagaimana dilansir Aljazeera, Selasa (29/5), para penumpang kapal tersebut memiliki paspor yang sah. Para penumpang yang terluka di dalam kapal itu sebelum meninggalkan pelabuhan Gaza, direncanakan menjalani perawatan medis di Turki.
Berdasarkan Kesepakatan Oslo yang ditandatangani pada 1993, mestinya penjajah “Israel” berkewajiban untuk mengizinkan penangkapan ikan hingga sejauh 20 mil laut, tetapi hal ini tidak pernah diindahkan penjajah.
Rentang terluas yang diizinkan penjajah “Israel” untuk kapal dalam 10 tahun terakhir hanya 12 mil laut (22 km). Dan terkadang, batasnya dikurangi menjadi satu mil saja.
Perahu-perahu Palestina juga sering dibatasi penjajah tersebut pada jarak enam mil (11 km) saja. Pasukan penjajah “Israel” secara teratur kerap memberikan tembakan peringatan bagi perahu yang mencoba menerobos blokade.
Meskipun ratusan orang menaiki lebih dari 30 kapal penangkap ikan untuk mendukung kapal utama yang akan menuju Turki, namun mereka tidak melintasi batas enam mil laut yang diizinkan, kata salah seorang Anggota Komite Pelayaran, Ramadan al-Hayek.
Lima belas kapal berusaha melintas lebih dari sembilan mil laut (16,7 km), tetapi pasukan laut penjajah Zionis menghadang kapal-kapal tersebut dengan melepaskan tembakan. Kapal-kapal penangkap ikan Palestina ini turut berlayar untuk menunjukkan dukungan, tetapi mereka tidak bertujuan mencapai Siprus, Al-Hayek menambahkan.
Panitia pelayaran, yang disebut Break the Siege Committee, juga mengatakan bahwa kapal yang dicegat itu sudah berlayar sejauh 14 mil laut (26 km) ketika pasukan laut Zionis mulai menembaki mereka. Mereka kehilangan kontak tak lama setelah itu.
Menurut Al-Hayek, 17 orang ditahan oleh pasukan penjajah “Israel” di pelabuhan Ashdod.
Komite Pelayaran itu mengatakan mereka bekerja sama dengan lembaga internasional, termasuk Human Rights Watch (HRW) dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC), untuk memastikan keselamatan penumpang kapal. Komite juga meminta penjajah “Israel” bertanggung jawab atas keselamatan mereka.
Al-Hayek menegaskan, Komite akan segera mengumumkan peluncuran pelayaran kapal kedua sebagai tanggapan atas tindakan penjajah tersebut.
Militer penjajah “Israel”, lagi-lagi menyalahkan Hamas, kelompok yang mengatur pemerintahan di Jalur Gaza. Penjajah menyebut pelayaran ini sebagai “pelanggaran” terhadap blokade di lautnya. Militer penjajah mengatakan, “Israel” akan terus memberlakukan blokade.
Sementara Panitia penyelenggara menyatakan bahwa pelayaran adalah kelanjutan dari Great March of Return, yang dimulai sejak 30 Maret 2018 lalu. Sejak tanggal itu rakyat Palestina menggalang hak pengembalian bagi pengungsi ke rumah-rumah dan desa-desa mereka yang secara paksa dirampas penjajah Zionis pada Mei 1948.
Sejak aksi dengan tema Great March of Return itu yang dimulai pada 30 Maret hingga 14 Mei 2018, pasukan penjajah “Israel” telah membunuh sedikitnya 120 orang Palestina di di perbatasan Jalur Gaza tersebut dan melukai sedikitnya 13.000 orang lainnya.
Pekan lalu, pemerintah Palestina menyerahkan kebiadaban penjajah tersebut ke Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) untuk pertama kalinya. Pemerintah Palestina menyerukan jaksa untuk membuka penyelidikan segera terhadap apa yang mereka sebut sebagai kejahatan “Israel” di wilayah Palestina yang diduduki.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berulang kali memperingatkan bahwa efek blokade dapat membuat Gaza “tidak bisa dihuni” dalam beberapa tahun mendatang.
Pada 2007, setelah Hamas menang pemilu, penjajah “Israel” memberlakukan blokade darat, udara dan laut yang ketat di Gaza.
Dan pada 2013, negara tetangga, Mesir, bekerja sama dengan penjajah Zionis, juga menutup sebagian besar perbatasannya dengan Gaza, memblokir terowongan yang menghubungkan Gaza dengan el-Arish-Mesir dan menutup satu-satunya rute lain yang keluar dari jalur itu.
Dengan pembatasan ketat pada akses ke layanan, Gaza—yang dihuni sekitar dua juta orang—dijuluki sebagai penjara terbuka terbesar di dunia. (MNM/Salam-Online)
Sumber: Aljazeera