Perang Suriah: Deraa Benar-benar Terbakar!
DERAA (SALAM-ONLINE): Serangan udara rezim Suriah telah membunuh sedikitnya 20 warga sipil, kebanyakan wanita dan anak-anak, di beberapa bagian provinsi Deraa, ketika pasukan yang setia kepada rezim Basyar Asad melanjutkan gempuran mereka untuk merebut kembali wilayah itu dari kelompok pejuang oposisi.
Sementara itu, pesawat tempur Rusia terus membombardir desa-desa lain di timur provinsi tersebut, anggota Pertahanan Sipil Suriah yang dikenal sebagai aktivis kemanusiaan White Helmets, mengatakan bahwa Deraa telah terbakar habis..
“Deraa benar-benar telah terbakar habis!” kata Jihad al-Ali, seorang paramedis berusia 26 tahun di Deraa kepada Aljazeera saat dia menggambarkan efek dari serangan yang sedang berlangsung sejak Rabu (27/6/2018) malam itu.
Pasukan rezim Suriah melancarkan serangan militer sejak 19 Juni 2018 dalam upaya merebut kembali provinsi-provinsi selatan Deraa, Quneitra dan beberapa bagian dari Sweida yang sebagian besarnya dikuasai oleh para pejuang oposisi.
Serangan tersebut menyusul bombardir serupa yang dilancarkankan oleh rezim Asad di Ghouta Timur yang berakibatnya terlantarnya puluhan ribu orang awal tahun ini.
Serangan tanpa henti dari rezim menyebabkan korban sipil, kehancuran rumah warga sipil, sejumlah klinik medis dan rumah sakit serta beberapa kota di seluruh Deraa berikut infrastrukturnya.
“Infrastruktur rumah dan fasilitas medis milik pertahanan sipil telah dihancurkan … Sepertinya mereka tidak pernah ada di sana,” ujar seorang aktivis pro-oposisi di Hirak, Akram al-Mleihan, kepada Aljazeera ketika dia menggambarkan detik-detik serangan.
Rudal Gajah
Setelah merebut kota-kota, termasuk al-Lajah dan Busr al-Harir di front barat, pasukan Asad meningkatkan serangan mereka di sisi timur provinsi itu, memaksa ribuan orang melarikan diri.
Al-Mleihan mencatat bahwa sejak dimulainya ofensif, pasukan rezim yang didukung oleh pesawat-pesawat tempur Rusia melancarkan sekitar 150 serangan udara dan bom barel.
Serangan itu juga termasuk penggunaan lima “rudal gajah,” kata aktivis, yang menggunakan istilah itu untuk menggambarkan intensitas dan suara roket mortir.
“Sangat penting untuk dicatat bahwa misil-misil ini menyebabkan kehancuran besar-besaran,” kata Amer Abazeid (30), seorang juru bicara Pertahanan Sipil Suriah di Deraa, Kamis (28/6).
Tenaga medis di lapangan saat ini memperkirakan bahwa setidaknya 90 orang telah terbunuh sejak 19 Juni, tetapi korban tewas “dalam kenyataannya jauh lebih besar”, Abazeid menjelaskan.
“Tidak ada yang tahu persis berapa banyak orang yang terbunuh, berapa banyak yang terluka, dan berapa banyak yang hilang saat ini,” katanya.
“Ada laporan yang saling bertentangan tentang jumlah kematian dan kami mencoba untuk memverifikasi semuanya dengan kemampuan terbaik kami,” terangnya.
Karena intensitas serangan, tim pertahanan sipil di seluruh provinsi berjuang untuk mendokumentasikan jumlah pasti cedera dan kematian.
Tak Ada Tempat untuk Pergi
Setidaknya 50.000 orang telah melarikan diri ke perbatasan Yordania di tengah pertempuran yang semakin intensif, menurut PBB.
Sejumlah orang juga melarikan diri ke perbatasan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Zionis—dulunya (sekitar 1970-71) memang diserahkan oleh bapaknya Basyar (Hafez Asad) ke penjajah “Israel”. Sementara yang lain menunggu nasib mereka di Quneitra, sebuah provinsi di sebelah barat Deraa.
Para saksi di provinsi itu mengatakan, mereka yang melarikan diri tidak memiliki akses ke makanan, bantuan medis dan layanan dasar lainnya.
“Mereka tidur di atas jerami,” kata Ali dari White Helmets. “Tidak ada tempat lain untuk pergi.”
Namun, Badan Pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan ada pusat-pusat komunitas di kedua sisi provinsi yang telah melayani kebutuhan ribuan keluarga yang terlantar ini. Jurubicara UNHCR di Yordania, Mohammed Howari mengatakan pusat-pusat yang bekerja sama dengan LSM lokal telah mendistribusikan bantuan kepada 12.000 keluarga.
“Sekitar 30.000 orang telah mendapatkan tenda, selimut, makanan dan perlengkapan kebersihan (di Deraa),” katanya kepada AlJazeera di Amman, Yordan.
Menurut Howari, mereka yang dekat dengan perbatasan Yordania belum mencoba untuk menyeberang.
Awal pekan ini, Menteri Negara Yordania Jumana Ghanimat mengatakan bahwa negaranya tidak akan dapat menampung gelombang baru pengungsi Suriah.
Ketika ditanya bagaimana UNHCR akan berurusan dengan masuknya pengungsi di Yordania, Howari mengatakan bahwa organisasi harus memotong bantuan bagi pencari suaka yang ada di negara tersebut.
“Kami saat ini menderita kekurangan dana yang parah,” begitu pengakuannya.
“Kami hanya menerima 19 persen dari anggaran tahunan kami, dan kami sudah enam bulan tak menerima bantuan,” ujar Howari, yang mengharapkan jumlah pengungsi Suriah tidak naik. (S)
Sumber: Aljazeera